Penggunaan antibiotika pada infeksi kaki diabetik empiris harus berdasarkan data epidemiologi setempat. Sedangkan pemberian terapi antibiotik definitif berdasarkan hasil kultur kuman yaitu pada jaringan yang terinfeksi.2 Definisi dari diabetic foot infection (DFI) yaitu adanya peradangan atau purulensi, yang selanjutnya berdasarkan klasifikasi menurut tingkat keparahannya. Sementara itu, saat ini penyakit diabetes dan komplikasinya telah menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas paling signifikan di dunia. Pada tahun 2040, kira-kira terdapat 642 juta atau lebih penderita di dunia dengan kejadian komplikasi ulkus kaki hingga 25% pasien.1 Sebagian besar infeksi ini dapat sembuh dengan penanganan yang baik. Sementara itu, banyak pasien yang menjalani amputasi karena diagnosis dan tata laksana yang tidak tepat. Pedoman terkini tata laksana infeksi kaki diabetik mengklasifikasikan berdasarkan adanya peradangan di kaki bagian manapun, tidak hanya sekedar ulcer serta adanya tanda-tanda inflamasi sistemik.
Manifestasi Klinis | Tingkat keparahan infeksi (PEDIS) | Tingkat keparahan infeksi (IDSA) |
Tidak ada tanda dan gejala infeksi lokal atau sistemik | 1 | Tidak terinfeksi |
Adanya infeksi ditandai dengan minimal 2 tanda di bawah ini: Bengkak lokal atau indurasi Eritema >0,5 cm dari tepi luka Nyeri lokal Teraba hangat Adanya nanah/pus Serta tidak ada penyebab lain dari peradangan kulit (seperti trauma, gout, fraktur, trombosis, stasis vena, charcot neuro-osteoartropati akut) | ||
Adanya infeksi (tanpa manifestasi sistemik) yang melibatkan: hanya bagian kulit atau jaringan subkutan (tidak pada jaringan yang lebih dalam), dan adanya eritema <2 cm dari tepi luka | 2 | Infeksi ringan |
Adanya infeksi (tanpa manifestasi sistemik) yang melibatkan: eritema meluas ≥2 cm dari tepi luka, dan/atau jaringan yang lebih dalam dari kulit dan jaringan subkutan (misalnya tendon, otot, sendi, dan tulang) | 3 | Infeksi sedang |
Adanya infeksi pada kaki bagian manapun dengan manifestasi sistemik (SIRS) yang ditandai dengan ≥2 kriteria berikut: suhu >38ºC atau <36ºC nadi >90 kali/menit laju napas >20 kali/menit atau PaCO2 <4,3 kPa (32 mmHg) Leukosit >12.000/mm3 atau <4.000/mm3, atau >10% bentuk imatur | 4 | Infeksi berat |
Singkatan:
PEDIS: Perfusion, Extend/Size, Infection, Sensation; SIRS: Systemic Inflammatory Response Syndrome; IDSA: Infectious Diseases Society of America
Pada luka yang tidak terinfeksi, pengambilan spesimen untuk kultur kuman tidak direkomendasika. Karena kemungkinan besar yang muncul hanya flora normal/mikroorganisme pada kulit, sehingga menyebabkan penggunaan antibiotik yang tidak perlu. Kemudian, pada pasien yang belum pernah mendapatkan antibiotik dalam 30 hari terakhir, dan mengalami DFI ringan, biasanya penyebab infeksi adalah bakteri tunggal (monomikrobial). Mikroorganisme penyebab yang paling umum biasanya adalah bakteri gram positif aerob yang terdapat di permukaan kulit, seperti streptococcus beta hemolitik (Streptococcus pyogenes, Streptococcus agalactiae) atau Streptococcus aureus. Sebaliknya, pada pasien gula darah tinggi yang telah mendapatkan antibiotik dalam 30 hari terakhir dengan luka infeksi yang dalam, kronik, dan mengancam anggota tubuh, bakteri penyebab biasanya polimikrobial. Infeksi bakteri anaerob pada umumnya merupakan bagian dari infeksi polimikrobial pada luka dengan cairan yang berbau busuk, iskemik, atau gangren.
Isolasi organisme yang resisten terhadap obat seperti MRSA (Methicilin-resistant Staphylococcus aureus) dan Pseudomonas aeruginosa marak beberapa tahun terakhir. Mengetahui beberapa faktor risiko terhadap infeksi kedua mikroorganisme di atas dapat membantu dalam pemilihan antibiotik empiris yang optimal pada pasien DFI.
Terapi antibiotik empiris harus berdasarkan pada bakteri penyebab tersering dan sensitivitas antibiotik lokal (setempat), juga bersamaan dengan faktor-faktor lain seperti riwayat alergi obat, riwayat rawat inap setahun terakhir, penyakit penyerta (misal penurunan fungsi ginjal), kemungkinan adanya efek samping dan interaksi obat, ketersediaan dan harga antibiotik.
Pemberian terapi antibiotik definitif berdasarkan hasil kultur harus sesuai dengan prinsip penatagunaan antibiotik seperti antibiotik dengan spektrum sempit, durasi singkat, efek samping minimal, paling aman dan murah.
Pada terapi antibiotik topikal tidak direkomendasikan penggunaannya pada infeksi ringan hingga sedang karena tidak adanya bukti ilmiah yang mendukung serta mengingat adanya potensi resistensi antibiotik, timbulnya efek samping, dan efektivitas biaya.
Durasi terapi antibiotik yang direkomendasikan pada kasus infeksi kulit dan jaringan lunak adalah 1-2 minggu. Perpanjangan durasi dapat hingga 3-4 minggu, bila terdapat perbaikan infeksi namun lebih lambat dari harapan, atau bila terdapat penyakit arteri perifer berat.
Tingkat keparahan infeksi | Faktor yang mempengaruhi | Bakteri patogen yang umum | Antibiotika empiris |
Ringan | Tidak ada komplikasi* | Staphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp | Cloxacillin, Cephalosporin generasi 1 (Cefadroxil, Cephalexin) |
Alergi atau intoleransi terhadap beta laktam | Staphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp | Clindamycin, Levofloxacin, Moxifloxacin, Trimethoprim/ Sulfamethoxazole, golongan makrolida, Doksisiklin | |
Paparan antibiotik baru-baru ini | Staphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp dan E. coli, Acinetobacter, Klebsiella | Amoxicillin-Clavulanate, Ampicillin-Sulbactam, Trimethoprim-Sulfamethoxazole, Levofloxacin, Moxifloxacin | |
Faktor risiko tinggi infeksi MRSA | MRSA | Linezolid, Trimethoprim-Sulfamethoxazole, Doksisiklin, Golongan makrolida | |
Sedang atau berat | Tidak ada komplikasi | Staphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp dan/atau E. coli, Acinetobacter, Klebsiella | Amoxicillin-Clavulanate, Ampicillin-Sulbactam, Cephalosporin generasi 2 (Cefprozil, Cefaclor) atau 3 (Ceftriaxone, Cefixime) |
Paparan antibiotik baru-baru ini | Staphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp dan/atau E. coli, Acinetobacter, Klebsiella | Piperacillin-Tazobactan, Cephalosporin generasi 3 (Ceftriaxone, Cefixime) Ertapenem | |
Luka maserasi atau iklim hangat | E. coli, Acinetobacter, Klebsiella, Pseudomonas aeruginosa | Piperacillin-Tazobactam, Cloxacillin + Ceftazidime, Cloxacillin + Ciprofloxacin Imipenem, Meropenem, Doripenem | |
Luka iskemik/nekrosis/ adanya pembentukan gas | Staphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp dan/atau E. coli, Acinetobacter, Klebsiella dan/atau Bakteri anaerob | Amoxicillin-Clavulanate, Ampicillin-Sulbactam, Piperacillin-Tazobactam, Ertapenem, Imipenem, Meropenem, Doripenem, Cephalosporin generasi 2 (Cefprozil, Cefaclor) atau 3 (Ceftriaxone, Cefixime) dan Clindamycin atau Metronidazole | |
Faktor risiko MRSA | MRSA | Tambahkan atau ganti dengan golongan glycopeptide (Tigecycline), Linezolid, Daptomycin, Doxycycline | |
Faktor risiko bakteri gram negatif resisten | ESBL (Escherichia coli, Klebsiella pneumonia) | Golongan Carbapenem, Levofloxacin atau Moxifloxacin, golongan Aminoglikosida dan Colistin |
MSSA: Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus; MRSA: Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus ESBL: Extended Spectrum Beta Lactamase
*Kriteria komplikasi:adanya benda asing dalam tubuh,luka tusuk, abses dalam, insufisiensi arteri atau vena, gagal ginjal akut, dan adanya penyakit/terapi immunosupresif.
Salah satu komplikasi makrovaskular DM adalah penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease/PAD). Penyakit arteri perifer merupakan kondisi aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah besar di luar jantung dan otak. Dengan adanya penyempitan hingga oklusi pembuluh darah menyebabkan penurunan suplai darah ke tungkai. Dan spektrum gejala klinis PAD cukup beragam mulai dari asimtomatik, claudicatio intermittent, nyeri tungkai saat istirahat, ulkus, hingga gangren. Dalam praktik klinik sehari-hari paling banyak menggunakan vasodilator perifer. Sementara itu, menurut pedoman AHA, 2020 (American Heart Association), Cilostazol direkomendasikan pada pasien PAD dengan claudicatio intermittent untuk meningkatkan kemampuan berjalan jauh. Kontra indikasi cilostazol dapat terjadi pada pasien gagal jantung.