INFEKSI DIABETIK DAN ANTIBIOTIKA

RKZ BREAKING NEWS : VAKSIN COVID-19 BAGI PEMUKA AGAMA
May 9, 2021
Terapi Antikoagulan sebagai Tromboprofilaksis Pada COVID-19
June 22, 2021

Penggunaan antibiotika

Penggunaan antibiotika pada infeksi kaki diabetik empiris harus berdasarkan data epidemiologi setempat. Sedangkan pemberian terapi antibiotik definitif berdasarkan hasil kultur kuman yaitu pada jaringan yang terinfeksi.2 Definisi dari diabetic foot infection (DFI) yaitu adanya peradangan atau purulensi, yang selanjutnya berdasarkan klasifikasi menurut tingkat keparahannya. Sementara itu, saat ini penyakit diabetes dan komplikasinya telah menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas paling signifikan di dunia. Pada tahun 2040, kira-kira terdapat 642 juta atau lebih penderita di dunia dengan kejadian komplikasi ulkus kaki hingga 25% pasien.1 Sebagian besar infeksi ini dapat sembuh dengan penanganan yang baik. Sementara itu, banyak pasien yang menjalani amputasi karena diagnosis dan tata laksana yang tidak tepat. Pedoman terkini tata laksana infeksi kaki diabetik mengklasifikasikan berdasarkan adanya peradangan di kaki bagian manapun, tidak hanya sekedar ulcer serta adanya tanda-tanda inflamasi sistemik.

Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Kaki Diabetik2,3

Manifestasi KlinisTingkat keparahan infeksi (PEDIS)Tingkat keparahan infeksi (IDSA)
Tidak ada tanda dan gejala infeksi lokal atau sistemik1Tidak terinfeksi
Adanya infeksi ditandai dengan minimal 2 tanda di bawah ini: Bengkak lokal atau indurasi Eritema >0,5 cm dari tepi luka Nyeri lokal Teraba hangat Adanya nanah/pus Serta tidak ada penyebab lain dari peradangan kulit (seperti trauma, gout, fraktur, trombosis, stasis vena, charcot neuro-osteoartropati akut)
Adanya infeksi (tanpa manifestasi sistemik) yang melibatkan: hanya bagian kulit atau jaringan subkutan (tidak pada jaringan yang lebih dalam), dan adanya eritema <2 cm dari tepi luka2Infeksi ringan
Adanya infeksi (tanpa manifestasi sistemik) yang melibatkan: eritema meluas ≥2 cm dari tepi luka, dan/atau jaringan yang lebih dalam dari kulit dan jaringan subkutan (misalnya tendon, otot, sendi, dan tulang)3Infeksi sedang
Adanya infeksi pada kaki bagian manapun dengan manifestasi sistemik (SIRS) yang ditandai dengan ≥2 kriteria berikut: suhu >38ºC atau <36ºC nadi >90 kali/menit laju napas >20 kali/menit atau PaCO2 <4,3 kPa (32 mmHg) Leukosit >12.000/mm3 atau <4.000/mm3, atau >10% bentuk imatur4Infeksi berat

Singkatan:

PEDIS: Perfusion, Extend/Size, Infection, Sensation; SIRS: Systemic Inflammatory Response Syndrome; IDSA: Infectious Diseases Society of America

Pemeriksaan Mikrobiologi4

Pada luka yang tidak terinfeksi, pengambilan spesimen untuk kultur kuman tidak direkomendasika. Karena kemungkinan besar yang muncul hanya flora normal/mikroorganisme pada kulit, sehingga menyebabkan penggunaan antibiotik yang tidak perlu. Kemudian, pada pasien yang belum pernah mendapatkan antibiotik dalam 30 hari terakhir, dan mengalami DFI ringan, biasanya penyebab infeksi adalah bakteri tunggal (monomikrobial). Mikroorganisme penyebab yang paling umum biasanya adalah bakteri gram positif aerob yang terdapat di permukaan kulit, seperti streptococcus beta hemolitik (Streptococcus pyogenes, Streptococcus agalactiae) atau Streptococcus aureus. Sebaliknya, pada pasien gula darah tinggi yang telah mendapatkan antibiotik dalam 30 hari terakhir dengan luka infeksi yang dalam, kronik, dan mengancam anggota tubuh, bakteri penyebab biasanya polimikrobial. Infeksi bakteri anaerob pada umumnya merupakan bagian dari infeksi polimikrobial pada luka dengan cairan yang berbau busuk, iskemik, atau gangren.

Isolasi organisme yang resisten terhadap obat seperti MRSA (Methicilin-resistant Staphylococcus aureus) dan Pseudomonas aeruginosa marak beberapa tahun terakhir. Mengetahui beberapa faktor risiko terhadap infeksi kedua mikroorganisme di atas dapat membantu dalam pemilihan antibiotik empiris yang optimal pada pasien DFI.

Faktor Risiko Infeksi MRSA4

  • Riwayat infeksi atau kolonisasi MRSA dalam setahun terakhir
  • Mendapatkan antibiotik dalam 30 hari terakhir
  • Menjalani rawat inap dalam setahun terakhir
  • Adanya osteomyelitis
  • Kontak erat dengan orang yang terinfeksi MRSA
  • Prevalensi tinggi MRSA
  • Infeksi kaki diabetik berat

Faktor Risiko Infeksi Pseudomonas aeruginosa4

  • Iklim hangat
  • Kaki sering terpapar air
  • Kegagalan terapi antibiotik yang memiliki aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa
  • Prevalensi infeksi P. aeruginosa yang tinggi
  • Infeksi kaki diabetik berat

Pemilihan Antibiotik3

Terapi antibiotik empiris harus berdasarkan pada bakteri penyebab tersering dan sensitivitas antibiotik lokal (setempat), juga bersamaan dengan faktor-faktor lain seperti riwayat alergi obat, riwayat rawat inap setahun terakhir, penyakit penyerta (misal penurunan fungsi ginjal), kemungkinan adanya efek samping dan interaksi obat, ketersediaan dan harga antibiotik.

Pemberian terapi antibiotik definitif berdasarkan hasil kultur harus sesuai dengan prinsip penatagunaan antibiotik seperti antibiotik dengan spektrum sempit, durasi singkat, efek samping minimal, paling aman dan murah.

Pada terapi antibiotik topikal tidak direkomendasikan penggunaannya pada infeksi ringan hingga sedang karena tidak adanya bukti ilmiah yang mendukung serta mengingat adanya potensi resistensi antibiotik, timbulnya efek samping, dan efektivitas biaya.

Durasi terapi antibiotik yang direkomendasikan pada kasus infeksi kulit dan jaringan lunak adalah 1-2 minggu. Perpanjangan durasi dapat hingga 3-4 minggu, bila terdapat perbaikan infeksi namun lebih lambat dari harapan, atau bila terdapat penyakit arteri perifer berat.

Tabel 2. Regimen Antibiotik Empiris pada Infeksi Kaki Diabetik3

Tingkat keparahan infeksiFaktor yang mempengaruhiBakteri patogen yang umumAntibiotika empiris
RinganTidak ada komplikasi*Staphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus sppCloxacillin, Cephalosporin generasi 1 (Cefadroxil, Cephalexin)
Alergi atau intoleransi terhadap beta laktamStaphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus sppClindamycin, Levofloxacin, Moxifloxacin, Trimethoprim/ Sulfamethoxazole, golongan makrolida, Doksisiklin
Paparan antibiotik baru-baru iniStaphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp dan E. coli, Acinetobacter, KlebsiellaAmoxicillin-Clavulanate, Ampicillin-Sulbactam, Trimethoprim-Sulfamethoxazole, Levofloxacin, Moxifloxacin
Faktor risiko tinggi infeksi MRSAMRSALinezolid, Trimethoprim-Sulfamethoxazole, Doksisiklin, Golongan makrolida
Sedang atau beratTidak ada komplikasiStaphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp dan/atau E. coli, Acinetobacter, KlebsiellaAmoxicillin-Clavulanate, Ampicillin-Sulbactam, Cephalosporin generasi 2 (Cefprozil, Cefaclor) atau 3 (Ceftriaxone, Cefixime)
Paparan antibiotik baru-baru iniStaphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp dan/atau E. coli, Acinetobacter, KlebsiellaPiperacillin-Tazobactan, Cephalosporin generasi 3 (Ceftriaxone, Cefixime) Ertapenem
Luka maserasi atau iklim hangatE. coli, Acinetobacter, Klebsiella, Pseudomonas aeruginosaPiperacillin-Tazobactam, Cloxacillin + Ceftazidime, Cloxacillin + Ciprofloxacin Imipenem, Meropenem, Doripenem
Luka iskemik/nekrosis/ adanya pembentukan gasStaphylococcus aureus (MSSA) Streptococcus spp dan/atau E. coli, Acinetobacter, Klebsiella dan/atau Bakteri anaerobAmoxicillin-Clavulanate, Ampicillin-Sulbactam, Piperacillin-Tazobactam, Ertapenem, Imipenem, Meropenem, Doripenem, Cephalosporin generasi 2 (Cefprozil, Cefaclor) atau 3 (Ceftriaxone, Cefixime) dan Clindamycin atau Metronidazole
Faktor risiko MRSAMRSATambahkan atau ganti dengan golongan glycopeptide (Tigecycline), Linezolid, Daptomycin, Doxycycline

Faktor risiko bakteri gram negatif resistenESBL (Escherichia coli, Klebsiella pneumonia)Golongan Carbapenem, Levofloxacin atau Moxifloxacin, golongan Aminoglikosida dan Colistin

MSSA: Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus; MRSA: Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus ESBL: Extended Spectrum Beta Lactamase

*Kriteria komplikasi:adanya benda asing dalam tubuh,luka tusuk, abses dalam, insufisiensi arteri atau vena, gagal ginjal akut, dan adanya penyakit/terapi immunosupresif.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Ibrahim Ammar, et.al., IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot – 2017, International Diabetes Federation [internet]. 2017. Available from https://www.idf.org/e-library/guidelines/119-idf-clinical-practice-recommendations-on-diabetic-foot-2017.html
  2. Lipsky B.A,et al., 2012 Infectious Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections, IDSA Guideline [internet]. CID 2012:54 . Available from https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22619242/
  3. Lipsky B.A, et al, IWGDF Guideline on the diagnosis and treatment of foot infection in persons with diabetes, The International Working Group on the Diabetic FootGuideline [internet]. 2019. Available from https://iwgdfguidelines.org/wp-content/uploads/2019/05/05-IWGDF-infection-guideline-2019.pdf
  4. Bergman S dan Shah P.J., Diabetic Foot Infections, ACSAP[internet]. 2016. Available from https://www.accp.com/docs/bookstore/acsap/a2016b3_sample.pdf

Penggunaan Vasodilator Perifer

Salah satu komplikasi makrovaskular DM adalah penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease/PAD). Penyakit arteri perifer merupakan kondisi aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah besar di luar jantung dan otak. Dengan adanya penyempitan hingga oklusi pembuluh darah menyebabkan penurunan suplai darah ke tungkai. Dan spektrum gejala klinis PAD cukup beragam mulai dari asimtomatik, claudicatio intermittent, nyeri tungkai saat istirahat, ulkus, hingga gangren. Dalam praktik klinik sehari-hari paling banyak menggunakan vasodilator perifer. Sementara itu, menurut pedoman AHA, 2020 (American Heart Association), Cilostazol direkomendasikan pada pasien PAD dengan claudicatio intermittent untuk meningkatkan kemampuan berjalan jauh. Kontra indikasi cilostazol dapat terjadi pada pasien gagal jantung.

Comments are closed.