Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan prinsip 6 tepat yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat waktu, tepat rute pemberian, dan tepat dokumentasi. Rute pemberian obat diklasifikasikan berdasarkan lokasi pemberian, contoh: oral, parenteral, dan inhalasi. Pemilihan rute pemberian obat tidak hanya bergantung pada kenyamanan pasien dan bentuk sediaan, tetapi juga pada sifat obat dan farmakokinetikanya1. Dalam praktik klinis, beberapa bentuk sediaan obat injeksi diberikan melalui rute inhalasi secara off-label. Meski demikian, tidak semua obat injeksi dapat diberikan melalui rute inhalasi karena perlu mempertimbangkan sifat obat dan formulasi sediaan.
Rute oral merupakan cara pemberian obat yang nyaman, hemat biaya, dan paling umum digunakan. Tempat utama penyerapan obat sering kali terjadi di usus kecil dan bioavailabilitas obat dipengaruhi oleh jumlah obat yang diserap melalui epitel usus. Metabolisme lintas pertama di hati merupakan pertimbangan penting untuk pemberian obat oral karena konsentrasi obat berkurang secara signifikan sebelum mencapai sirkulasi sistemik.
Rute parenteral merupakan pemberian bentuk sediaan obat injeksi ke dalam jaringan atau sistem peredaran darah melalui suntikan. Obat-obatan yang diberikan secara parenteral diserap ke dalam jaringan atau sistem peredaran darah lebih cepat dibandingkan dengan obat yang dikonsumsi secara oral. Rute parenteral memiliki kerja yang lebih cepat karena tidak mengalami proses penyerapan di saluran cerna dan metabolisme lintas pertama sehingga menghasilkan efek yang lebih kuat dibandingkan obat oral.
Rute pemberian secara inhalasi adalah pemberian obat dalam bentuk aerosol secara langsung ke saluran pernapasan dan paru. Terapi inhalasi secara luas digunakan untuk menghantarkan obat bronkodilator, mukolitik, antiinflamasi, antibiotik, dan obat lain secara langsung ke paru.
Beberapa bentuk sediaan obat diberikan melalui rute pemberian yang tidak sesuai dengan rute pemberian yang tertera pada izin edar (off-label), yaitu:
S (Relief airway spasm): untuk meredakan bronkospasme, batuk, dan mengi;
H (Humidify): untuk melembapkan jalan napas;
An (Anti-inflamasi): untuk mengatasi peradangan saluran pernapasan;
P (Prevent): untuk mencegah komplikasi pernapasan, seperti radang jalan napas, obstruksi jalan napas, atelektasis, infeksi, dan asfiksia;
E (Expectorant): untuk mengencerkan dan mengeluarkan lendir/dahak.
Saat ini, penggunaan pengobatan yang dihirup dibatasi karena kurangnya formulasi secara khusus untuk inhalasi. Formulasi obat injeksi yang tersedia tidak dioptimalkan untuk inhalasi dan sering kali memiliki sifat fisik (misalnya ukuran, osmolalitas, tonisitas, dan pH) yang dapat menghambat penghantaran obat. Selain itu, formulasi obat injeksi biasanya mengandung bahan pengawet seperti fenol dan kebanyakan memiliki osmolalitas (<150 mOsm/kg, >1200 mOsm/kg) yang dapat meningkatan bronkospasme dan batuk. Formulasi yang tepat untuk rute inhalasi harus steril, bebas bahan pengawet, non-pirogenik, memiliki rentang pH 4-8, memiliki osmolalitas 150-1200 mOsm/kg, dan hipotonis dengan kandungan Natrium 77-154 mEq/L.6
Partikel inhalasi yang efektif mengacu pada ukuran partikel yang memiliki efek terapeutik dan dapat dideposit di saluran pernapasan dan paru; biasanya partikel dengan diameter 3,0-5,0 µm. Partikel dengan diameter >10 µm dideposit di orofaring, diameter 5-10 µm dideposit di saluran pernapasan besar, dan diameter 1-5 µm dideposit di saluran pernapasan kecil. Sekitar 40-48% partikel dengan diameter ≤3 µm dideposit di aveoli dan partikel dengan diameter ≤0,5 µm diekskresikan bersama dengan hembusan napas. Ukuran dan bentuk partikel obat dapat memengaruhi bentuk aerosol obat yang dihasilkan. Sebagai contoh, obat Epinephrine memiliki partikel dengan ukuran <5 µm, sedangkan Lidocain memiliki ukuran partikel sekitar 3-10 µm.
Formulasi larutan obat dirancang untuk mengoptimalkan kelarutan dan stabilitas obat. Perubahan kecil dalam formulasi dapat memengaruhi massa yang diserap, distribusi ukuran partikel, dan waktu pengobatan.
Nama Obat | Dosis | Administrasi | Stabilitas |
Tranexamic Acid | Tranexamic acid secara off-label digunakan untuk pendarahan paru pada pasien anak dan dewasa dengan dosis 500 mg tiga kali sehari selama 5 hari.9 | Murni (konsentrasi 100 mg/ml) diberikan selama 15 menit.5 | Data stabilitas penyimpanan Tranexamic acid untuk pemberian inhalasi terbatas. |
Colistimethate sodium | Bronchiectasis, pencegahan eksaserbasi yaitu 30-150 mg CBA dua kali sehari melalui nebulizer (dosis maksimum: 150 mg CBA dua kali sehari).5 Pneumonia (belum terdapat dosis yang jelas): 75-150 mg CBA dua kali sehari dengan kombinasi terapi antimikroba sistemik.5 Keterangan: 1 mg CBA ~ 30.000 unit Colistimethate sodium. | 1 vial Colistimethate sodium (1 MU ~ 33,33 mg CBA) ditambahkan 3 ml NaCl 0,9% (konsentrasi 11,11 mg CBA/ml) dengan cara dikocok perlahan. Campuran cairan berwarna jernih. Hindari pengocokan yang terlalu kuat karena berpotensi menghasilkan buih.10 Konsentrasi akhir Colistimethate sodium yang direkomendasikan untuk inhalasi: 3-30 mg CBA/ml.5 | Larutan Colistimethate sodium untuk inhalasi hanya digunakan untuk sekali pakai. Sisa obat harus segera dibuang.10 Penyimpanan larutan >24 jam dapat meningkatkan risiko toksisitas paru, sehingga direkomendasikan penyiapan larutan segera sebelum diberikan.5 |
Amikacin | Pneumonia: 400-500 mg tiap 12 jam dengan kombinasi antimikroba injeksi.5 | 1 vial (250 mg) direkonstitusi dengan 2 ml WFI kemudian ditambahkan dengan NaCl 0,9% hingga volume total 4 ml.16 Atau 1 vial diencerkan dengan NaCl 0,9% hingga volume total 4 ml.5 | Data stabilitas penyimpanan larutan Amikacin untuk pemberian inhalasi terbatas. Amikacin yang telah dibuka (murni) stabil selama 7 hari di lemari es.29 |
Gentamicin | Pneumonia: 8 mg/kgBB IV selama 30 menit kemudian diberikan kembali 48 jam setelah pemberian IV dengan dosis yang sama untuk pemberian inhalasi.11 Infeksi Bronchiectasis non-cystic fibrosis: 80-160 mg sekali atau dua kali sehari.12 | 1 ampul (80 mg/2 ml) diencerkan dalam 2-5 ml NaCl 0,9%.12,13 | Data stabilitas penyimpanan larutan Gentamicin untuk pemberian inhalasi terbatas. Berdasarkan USP <797> Gentamicin untuk pemberian inhalasi setelah diencerkan stabil selama 24 jam dalam lemari es.19,25 |
Ceftazidime | Infeksi Burkholderia cepacia: 1 gram tiap 12 jam.16 Non-cystic fibrosis bronchiectasis: 250-1.000 mg tiap 12 jam atau 500 mg tiap 6 jam.28 | 1 vial (1 g) ditambahkan 3 ml NaCl 0,9% atau WFI, kemudian putar perlahan vial hingga larut. Pengocokan terlalu kuat akan menghasilkan banyak buih, diamkan vial hingga buih menghilang.29 Atau 1 vial (1 g) diencerkan dalam 8 ml NaCl 0,9%.28 | Ceftazidime yang telah direkonstitusi stabil selama 24 jam di lemari es (2-8°C).29 |
Imipenem/Cilastatin | Infeksi cystic fibrosis pada anak adalah 250 mg dua kali sehari.14 | Imipenem Cilastatin 500 mg direkonstitusi dalam 10 ml NaCl 0,9%, kemudian diambil 250 mg (5 ml).15 | Data stabilitas penyimpanan larutan Imipenem/Cilastatin untuk pemberian inhalasi terbatas. |
Meropenem | Infeksi Burkholderia yaitu 250 mg dua kali sehari.16 Infeksi Bronchiectasis non-cystic fibrosis adalah 250-500 mg dua kali sehari.30 | 1 vial Meropenem (500 mg) direkonstitusi dengan 10 ml NaCl 0,9%.16 | Meropenem yang telah direkonstitusi stabil selama 18 jam di lemari es (2-8°C).16 |
Lidocaine | Penyakit paru obstruktif (asma dan PPOK) eksaserbasi dengan batuk yang sulit disembuhkan: 2-4% 3-4 kali sehari (maksimum: 1-3 mg/kg).17 | 1 ampul (2%) Lidocaine diencerkan dengan 5 ml NaCl 0,9%.17 | Penyiapan larutan segera sebelum diberikan/tidak dapat disimpan.24 |
Epinephrine | Bronkiolitis sedang hingga berat dan Pengobatan awal croup: 0,5 mg/kg (0,5 ml/kg Epinephrine). Dosis dapat diulang setiap 60 menit jika diperlukan.18 | Epinephrine injeksi digunakan dengan dosis 0,5 ml/kg/dosis, kemudian ditambah dengan NaCl 0,9% hingga volume akhir 4-4,5 mL (maksimum volume Epinephrine nebul 5 ml) selama 15 menit.18 Penjelasan dosis Epinephrine pada pasien anak dapat dilihat pada tabel 2. | Ephinephrine sensitif terhadap cahaya dan udara. Sisa Ephinephrine nebulizer tidak dapat disimpan.5 Rekomendasi: Epinephrine setelah diencerkan stabil selama 24 jam di lemari es (2-8°C).19 |
Bromhexine | Mukolitik: 8 mg (2 ampul) dua kali sehari.5 | Diencerkan 1:1 dengan NaCl 0,9% (1 ampul Bromhexine 4 mg/2 ml diencerkan dengan 4 ml.5 | Gunakan larutan segera setelah pencampuran untuk menghindari pengendapan5. |
Heparin | PPOK: Heparin (25.000 unit) kombinasi dengan Salbutamol (5 mg) tiap 6 jam. Koagulasi paru: 25.000 unit tiap 6 jam, maksimal dosis 400.000 unit/hari. Eksaserbasi asma: Apabila tidak memberikan respon terhadap terapi kortikosteroid diberikan Heparin 100.000 unit selama 5 hari.21 | Heparin 5000-10.000 unit diencerkan dengan 3 ml NaCl 0,9%.22 | Heparin yang telah diencerkan di tempat yang terbuat dari polypropylene stabil selama 10 hari di lemari es (2-8°C) atau selama 4 hari pada suhu kamar (20-25°C).23 |
Acetylcysteine | Tambahan terapi untuk pernapasan (agen mukolitik): catatan: Pasien harus menerima bronkodilator 15 menit sebelum pemberian dosis. Dosis Acetylcysteine: 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10% setiap 2-6 jam.26 | – Murni (1 ampul 10% 300 mg/3 ml). – Diencerkan 1:1 dengan NaCl 0,9% (1 ampul Acetylcysteine 20% 2000 mg/10 ml diencerkan dengan 20 ml).26 | Acetylcysteine yang telah diencekan harus segera digunakan dalam waktu 1 jam.27 Acetylcysteine yang telah dibuka (murni) stabil selama 96 jam di lemari es.5 |
Usia | 1 bulan | 2 bulan | 3 bulan | 4-6 bulan | 7-9 bulan | 10-11 bulan | 1-4 tahun | >4 tahun |
BB | 4,5 kg | 5 kg | 6 kg | 7 kg | 8 kg | 9 kg | 10-17 kg | >17 kg |
Epinephrine (1 mg/ml amp) | 2 ml | 2,5 ml | 3 ml | 3,5 ml | 4 ml | 4,5 ml | 5 ml | 5 ml |
NaCl 0,9% untuk ditambahkan | 2 ml | 2 ml | 1 ml | 1 ml | – | – | – | – |
Gejala Reaksi yang Merugikan | Kemungkinan Penyebab | Manajemen Klinis yang Direkomendasikan |
Reaksi alergi | Alergi terhadap obat atau bahan obat yang bersifat aerosol. | Menanyakan tentang riwayat alergi pasien; pantau secara ketat alergi pasien; pemberian adrenalin IV dan pengobatan lainnya. Terapi inhalasi dihentikan. |
Batuk dan hipoksia parah | Sumbatan lendir dan dahak masif serta retensi pada saluran pernapasan. | Pasien dengan dahak yang masif dan kental sebaiknya dibantu dengan suction dan tepuk pada punggung. |
Pusing dan tangan mati rasa | Lebih sering dialami pada pasien usia muda atau paruh baya atau baru pertama kali menerima terapi inhalasi. Dipicu oleh hiperventilasi akibat gugup atau terlalu sering menghirup. | Anjurkan kepada pasien untuk rileks dan bernapas dengan normal saat menerima perawatan inhalasi. |