Chronotherapy: Metode Pemberian Obat Berdasarkan Ritme Sirkadian

HARI ORANG SAKIT SEDUNIA DI RKZ SURABAYA DIPERINGATI DENGAN MISA KUDUS
February 14, 2025
INFLUENZA BUKAN BATUK PILEK BIASA
March 1, 2025

Chronotherapy mengacu pada penggunaan ritme biologis tubuh dalam pemberian terapi obat. Setiap jaringan dan organ tubuh manusia memiliki ritme biologis untuk menjalankan fungsinya agar selaras dengan kondisi lingkungan. Pharmacon kali ini akan membahas tentang strategi pemberian obat sesuai ritme biologis khususnya ritme sirkadian untuk mengoptimalkan terapi penyakit atau kondisi klinis yang dipengaruhi oleh ritme biologis tubuh.

Ritme Sirkadian

Ritme sirkadian merupakan siklus perubahan proses fisik, biokimia, dan perilaku suatu organisme yang terjadi secara berulang setiap 24 jam. Ritme sirkadian berperan mengendalikan berbagai proses, seperti: pola tidur, pelepasan hormon, metabolisme sel, sistem kekebalan, regulasi suhu tubuh dan tekanan darah. Salah satu contoh fungsi tubuh yang berkaitan dengan ritme sirkadian adalah sekresi hormon melatonin oleh kelenjar pineal. Hormon yang bertugas mengatur pola tidur ini akan meningkat pada malam hari, sehingga menimbulkan rasa kantuk. Struktur ritme sirkadian yang menggambarkan waktu puncak berbagai proses dan fungsi tubuh dapat dilihat pada Gambar 1.1,2,3

Ritme sirkadian terbentuk dari sinyal lingkungan seperti kondisi gelap-terang, asupan makanan, aktivitas fisik, lingkungan sosial, dan suhu. Sinyal lingkungan ini diterima dan diproses oleh Suprachiasmatic Nucleus (SCN) di hipotalamus. Selanjutnya, SCN sebagai pusat pengaturan ritme sirkadian akan meneruskan sinyal ke bagian otak lain melalui pelepasan neurotransmitter dan neuropeptide; serta ke jaringan perifer melalui sekresi hormonal dan sistem saraf. Selain itu, SCN juga mengendalikan sistem saraf otonom untuk mengatur jam sirkadian organ jantung, ginjal, pankreas, paru-paru, usus, dan kelenjar tiroid sehingga jam biologis dan fungsi organ selaras dengan kondisi lingkungan. Ritme sirkadian setiap orang dapat berbeda-beda karena dipengaruhi usia, jadwal bekerja, stress, dan gaya hidup.1,2,3

Ritme Sirkadian
Gambar 1. Struktur ritme sirkadian tubuh manusia1

Penyakit dan kondisi klinis yang dipengaruhi ritme sirkadian

Studi epidemiologi dan uji klinis menunjukkan terdapat keterkaitan antara pola penyakit dengan jam biologis tubuh seperti yang tertera pada Gambar 2 dan Tabel 1.

Ritme sirkadian dan gejala penyakit 1
Gambar 2. Pengaruh ritme sirkadian pada Parameter Imun dan Biologis serta Gejala Penyakit5

Tabel 1. Manifestasi penyakit yang dipengaruhi oleh ritme sirkadian1,4,5

PenyakitPengaruh ritme sirkadian
AsmaEksaserbasi terjadi saat tidur malam atau dini hari
Rhinitis alergiGejala memburuk di pagi hari atau saat bangun tidur
Rheumatoid arthritisGejala kaku pada sendi umumnya timbul pada pagi hari
OsteoarthritisNyeri semakin memburuk pada siang hingga sore hari
Tukak lambungGejala memburuk pada malam atau dini hari karena peningkatan sekresi asam lambung di malam hari
HiperkolesterolemiaBiosintesis kolesterol meningkat pada malam hari
Angina pektorisNyeri dada dan perubahan ECG umumnya terjadi pada pagi hari
Infark MiokardRisiko kejadian meningkat pada pagi hari
StrokeRisiko kejadian meningkat pada pagi hari
Kematian jantung mendadakRisiko kejadian lebih tinggi pada pagi hari setelah bangun tidur

Chronotherapy

Intervensi chronotherapy dapat dikategorikan menjadi 2:6

  • Jam sebagai target, yaitu pemberian terapi obat untuk memanipulasi ritme sirkadian, contohnya pemberian terapi Melatonin untuk memperbaiki gangguan tidur insomnia.
  • Jam sebagai modulator, yaitu pengaturan waktu pemberian obat sesuai ritme sirkadian untuk meningkatkan efektivitas terapi dan mengurangi efek samping.

Efek farmakologi suatu obat ditentukan oleh aspek farmakokinetika berupa absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi yang diregulasi oleh ritme sirkadian sentral maupun perifer. Hal ini yang mendasari penerapan jam sebagai modulator untuk pemberian obat dengan menyesuaikan siklus fisiologis dan siklus gejala penyakit, contohnya sebagai berikut:6

Chronotherapy Asma

Gejala atau eksaserbasi pada penderita asma umumnya terjadi antara tengah malam hingga pukul 08.00 dan puncaknya pada pukul 04.00. Hal ini terjadi karena resistensi saluran napas meningkat secara progresif pada malam hari, ditandai dengan penurunan Forced Expiratory Volume in 1 s (FEV1) dan Peak Expiratory Flow (PEF) sekitar pukul 04.00. Selain itu, pada pukul 04.00 inflamasi saluan nafas meningkat yang ditandai dengan peningkatan jumlah eosinofil alveolar serta hormon kortisol. Pemberian terapi asma sesuai ritme sirkadian dapat dilihat pada Tabel 2.7

Tabel 2. Rekomendasi waktu pemberian terapi asma sesuai ritme sirkadian7

Nama Obat/ GolonganWaktu pemberianKeterangan
Prednisolone 50 mg oralPukul 15.00Pemberian pukul 15.00 lebih efektif mengontrol gejala asma di malam hari dan menyebabkan lebih sedikit gangguan terhadap ritme sirkadian kortisol endogen.
Methylprednisolone injeksiPukul 08.00 – 16.00Pada ritme sirkadian normal, kelenjar adrenal melepaskan hormon kortisol dengan kadar tertinggi pada pagi hari dan terendah di malam hari. Pemberian Methylprednisolone antara pukul 08.00 dan 16.00 tidak akan menyebabkan efek samping penekanan kelenjar adrenal.
Bambuterol tablet*Pukul 18.00Bambuterol merupakan prodrug Terbutaline yang memiliki durasi aksi 24 jam. Pemberian Bambuterol pada sore hari menghasilkan FEV1 dan PEF di pagi hari yang lebih tinggi dibanding pemberian pada pagi hari.
Theophylline formulasi 24 jam*Pukul 18.00Penelitian menunjukkan pemberian Theophylline formulasi 24 jam yang diberikan pada sore/malam hari menunjukkan respon klinis lebih baik dibanding pada pagi hari.
MontelukastPukul 18.00Pemberian Montelukast pada sore/malam hari memberikan efek peningkatan FEV1 yang lebih baik dibanding pemberian pada pagi hari
*Obat belum tersedia di Indonesia.

Chronotherapy TukakLambung

Fungsi saluran pencernaan sangat dipengaruhi oleh ritme sirkadian. Pada malam hari, sekresi asam lambung meningkat, sementara motilitas usus halus dan pengosongan lambung menjadi lebih lambat. Puncak keasaman lambung terjadi pada pukul 02.00 dan berangsur menurun pada beberapa jam berikutnya. Pengobatan tukak lambung dan tukak duodenum dengan pemberian antagonis histamin H2 (contoh: Ranitidin, Famotidine, Cimetidine) atau proton pump inhibitor dengan dosis sekali sehari sebelum tidur efektif untuk mengatasi sekresi asam lambung dan nyeri tukak lambung atau duodenum yang sering terjadi di malam hari.1,4

Chronotherapy Rheumatoid Arthritis (RA)

Gejala RA berupa nyeri dan kaku sendi paling parah terjadi saat pagi hari. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan respon imun dan aktivitas neuroendokrin pada malam hari. Selain itu, juga terjadi pelepasan sitokin proinflamasi yaitu TNFα dan IL-6 dari makrofag yang terletak di synovium dan pannus sendi. Puncak kadar sitokin IL-6 terjadi sekitar pukul 03.00 dan menurun secara signifikan di sore hari; sedangkan peningkatan kadar TNFα terjadi pada malam hari sekitar pukul 21.00. Pada individu normal, kadar kortisol terendah antara pukul 22.00 dan 02.00 dan meningkat saat pagi hari (puncaknya pukul 06.00 – 08.00). Waktu puncak kortisol terjadi lebih cepat pada pasien RA (antara pukul 23.00 – 02.00) sehingga tidak cukup untuk mengompensasi peningkatan pelepasan sitokin proinflamasi.5

Beberapa studi klinis yang membandingkan pemberian terapi RA pada malam dan siang hari menunjukkan pemberian Prednisone, obat antiinflamasi non-steroid (Contoh: Ketoprofen), dan Methotrexate di malam hari dapat mengurangi efek peningkatan aktivitas sitokin proinflamasi, serta memberikan perbaikan gejala auto-imun di pagi hari yang lebih baik dibanding pemberian pada siang hari.5

Chronotherapy penyakit kardiovaskular

Jam biologis pada ritme sirkadian sistem kardiovaskular adalah sebagai berikut:8

  • Pada pagi hari, terjadi peningkatan agregasi platelet disertai dengan penurunan proses fibrinolitik sehingga menyebabkan darah mengalami hiperkoagulasi;
  • Pada malam hari, tekanan darah berada pada nilai terendah, meningkat secara cepat saat bangun tidur, dan mencapai nilai tertinggi menjelang akhir rentang waktu beraktivitas (sore hari). Hal ini berkaitan dengan tingginya aktivitas renin, angiotensin converting enzyme (ACE), angiotensin I dan II, serta aldosteron segera sebelum bangun tidur di pagi hari;
  • Puncak biosintesis kolesterol terjadi di malam hari.

Jam biologis tersebut berkaitan erat dengan munculnya gejala atau kondisi medis yang mengancam nyawa pada penyakit jantung dan pembuluh darah (Tabel 1). Berikut adalah rekomendasi waktu pemberian terapi obat pada tatalaksana penyakit jantung dan pembuluh darah:8

Tabel 3. Waktu pemberian terapi penyakit jantung dan pembuluh darah sesuai ritme sirkadian8

Nama Obat dan ruteWaktu pemberianKeterangan
Nitroglycerin oralPagi hariPrinzmetal angina: mengurangi risiko kejadian di pagi hari saat beraktivitas
Nitroglycerin patch*Malam sebelum tidurAngina pektoris: mengurangi risiko jantung iskemik pada pagi hari
Acetylsalicylic acid oralSore atau malam hari sebelum tidurPemberian pada sore atau malam hari bertujuan untuk mengurangi risiko pembekuan darah karena hiperkoagulasi akibat peningkatan agregasi platelet dan penurunan proses fibrinolitik pada pagi hari
Statin dengan waktu paruh eliminasi pendek seperti: Simvastatin, Fluvastatin, LovastatinMalam hariPemberian statin dengan waktu paruh eliminasi pendek direkomendasikan pada malam hari karena mendekati waktu puncak biosintesis kolesterol. Statin dengan waktu paruh eliminasi panjang seperti Atorvastatin, Pitavastatin, dan Rosuvastatin tidak harus diberikan pada malam hari, namun umumnya digunakan pada malam hari untuk menjaga kepatuhan minum obat.
Antihipertensi (golongan Calcium Channel blockers, Angiotensin-converting enzyme inhibitors, dan angiotensin II receptor blockers)Malam hariBeberapa uji klinis menunjukkan pemberian antihipertensi pada malam hari meningkatkan kontrol tekanan darah dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular seperti infark miokard, sindrom koroner akut, gagal jantung, atau stroke. Meski demikian, hingga saat ini pedoman tatalaksana hipertensi seperti American Heart Association (AHA) atau European Society of Hypertension (ESC)tidak merekomendasikan secara spesifik waktu pemberian antihipertensi sesuai ritme sirkadian. Oleh karena itu, pemberian antihipertensi pada malam hari dapat dipertimbangkan pada pasien dengan tekanan darah yang tidak terkontrol di malam atau pagi hari, dengan tetap melakukan monitoring risiko penurunan tekanan darah secara berlebihan di malam hari, khususnya pada lansia.
*Obat belum tersedia di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Kiranmai, M.S, M. Raajitha, 2023, A Comprehensive Review on Chronotherapeutics, International Journal of Pharmaceutical Sciences & Medicine, Vol. 8 Issue 3: 82-108.
  2. Zaki, N.F. W, et al., 2019, Chronotherapeutics: Recognizing the Importance of Timing Factors in the Treatment of Disease and Sleep Disorders, Clinical Neuropharmacology, Vol. 42.
  3. Butler, C.B., et al. 2024, Chrono-tailored drug delivery systems: recent advances and future directions, Drug Delivery and Translational Research 14: 1756-1775.
  4. Anusha, V. et al. 2023. Pulsatile Drug Delivery System- An Inovative Method to Treat Chronotherapeutic Disease by Synchronizing Drug Delivery With Circadian Rhytm. Journal of Applied Pharmaceutical Science, Vol. 13 (12): 066-078.
  5. Jacob, H. et al. 2021. Therapeutics on the clock: circadian medicine in the treatment of chronic inflammatory disease. Royal College of Surgeons in Sciences University of Medicine and Health Sciences.
  6. Lee, Y. et al. 2021. Circadian Rhythms, Disease and Chronotherapy. Journal of Biological Rhytms Vol. 36 No. 6.
  7. Krakowiak, K., Hannah J.D., 2018, The Role of The Body Clock in Asthma and COPD: Implication for Treatment, Pulmonary Therapy, 4(1):29 – 43.
  8. Jin Kim, H., and Sang H.J., 2024, Nighttime administration of antihypertensive medication: a review of chronotherapy in hypertension, The Korean Journal Internal Medicine, Vol. 39 No. 2.
image

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *