Obat antidiabetes bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah. Ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi obat menyebabkan glukosa tidak terkontrol sehingga meningkatkan risiko komplikasi. Berikut informasi terkait jenis obat antidiabetes, dosis, dan cara kerjanya.
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2024, Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1
Berdasarkan survei International Diabetes Federation (IDF) tahun 2021, prevalensi penyakit DM di Indonesia usia 20-79 tahun adalah 10,6% yaitu 19.465.100 dari 179.720.500 orang.2 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2023 terjadi peningkatan prevalensi penyakit diabetes mellitus di Indonesia, yaitu 10,9% di tahun 2018 menjadi 11,7% dan kemungkinan akan terus meningkat.3
Secara garis besar patogenesis hiperglikemia terbentuk dari delapan proses yang terjadi di dalam tubuh. Mekanisme kerja golongan obat antidiabetes pada jalur patogenesis hiperglikemia dapat dilihat pada gambar 1.
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi:
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.
Penatalaksaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat antidiabetes secara oral dan/atau suntikan dapat dilihat pada tabel 2. Obat antidiabetes memiliki mekanisme kerja yang berbeda, sehingga pemilihan obat atau kombinasi terapi harus disesuaikan dengan kondisi medis dan respon tubuh pasien terhadap pengobatan. Terapi kombinasi sering diperlukan jika pengobatan tunggal tidak cukup mengontrol kadar glukosa darah. Terdapat berbagai jenis atau golongan obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda untuk menurunkan kadar glukosa darah, yaitu:
Golongan Obat | Mekanisme | Efektivitas | Perhatian khusus |
Sulfonylurea | Sulfonylurea bekerja meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. | Penurunan HbA1c: 0,4-1,2% Penyakit kardiovaskular: mengurangi penyakit kardiovaskular sekitar 16% | – Gunakan Sulfonylurea dengan hati-hati penggunaan Sulfonylurea pada pasien defisiensi G6PD karena dapat menyebabkan anemia hemolitik. – Tidak dianjurkan penggunaan Sulfonylurea kerja panjang, seperti Glyburide dan Glimepiride pada pasien lansia karena meningkatkan risiko hipoglikemia. |
Biguanides | Biguanides bekerja mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. | Penurunan HbA1c: 1-1,3% Penyakit kardiovaskular: mengurangi penyakit kardiovaskular (sekitar 40%) dan kematian Penurunan berat badan: hingga 4 kg sehingga dapat digunakan untuk prediabetes dengan indeks massa tubuh lebih besar dari 35 kg/m2 Lipid: menurunkan kadar trigliserida sebesar 11,4 mg/dl dan LDL sebesar 8,4 mg/dl, namun tidak signifikan mengubah kadar HDL | – Penggunaan Metformin dikontraindikasikan pada pasien gangguan fungsi ginjal (e-GFR <30 ml/min) karena tidak semua obat diekskresikan di ginjal. – Penggunaan Metformin dikontraindikasikan pada pasien gangguan fungsi hati berat, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), dan gagal jantung NYHA (New York Heart Association) fungsional kelas III-IV). |
Thiazolidinedione (TZD) | Thiazolidinedione mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di sel otot dan lemak, serta menurunkan produksi glukosa di hati. | Penurunan HbA1c: 0,5-1,4% Penyakit kardiovaskular: mengurangi penyakit kardiovaskular. Pioglitazone memiliki efek antiaterogenik pada dinding arteri yang dapat mengurangi penyakit kardiovaskular Lipid: Meningkatkan kadar LDL (1-4%), HDL (10%) dan menurunkan kadar trigliserida (10%) | – Penggunaan Thiazolidinedione dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung NYHA (New York Heart Association) fungsional kelas III-IV. – Penggunaan Pioglitazone tidak boleh digunakan pada pasien diabetes dengan kanker kandung kemih aktif atau riwayat kandung kemih. |
Alpha-Glucoside Inhibitor | Golongan inhibitor Alpha-Glucoside bekerja menghambat kerja enzim alpha glucoside di saluran pencernaan sehingga menghambat absorpsi glukosa dalam usus halus yang bermanfaat untuk menurunkan glukosa darah setelah makan. | Penurunan HbA1c: 0,5-0,8% Penyakit kardiovaskular: menurunkan kejadian kardiovaskular (49%) Penurunan berat badan: menurunkan berat badan dengan presentase (0,4%) | Penggunaan Acarbose dikontraindikasikan pada pasien dengan ketoasidosis diabetik, sirosis, penyakit radang usus, ulserasi kolon, obstruksi usus parsial, pasien yang rentan terhadap obstruksi usus, penyakit usus kronis yang berhubungan dengan gangguan pencernaan atau penyerapan. |
Sodium-Glucose Transport Protein 2 (SGLT2) Inhibitor | Menghambat reabsorpsi glukosa di tubulus proksimal dan meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin sehingga kadar glukosa darah akan menurun. | Penurunan HbA1c: 0,5-0,9% Penyakit kardiovaskular: mengurangi penyakit gagal jantung dan menurunkan risiko kematian akibat kardiovaskular Penurunan berat badan: menurunkan berat badan sekitar 1-3 kg Tekanan darah: menurunkan tekanan darah sistolik 3-6 mmHg dan diastolik 2-3 mmHg Lipid: meningkatkan kadar LDL (3,8 mg/dl), HDL (2,3 mg/dl), dan menurunkan kadar trigliserida (8,8 mg/dl) Asam urat: menurunkan kadar asam urat dalam darah | Dosis golongan obat SGLT-2 Inhibitor perlu disesuaikan berdasarkan fungsi ginjal yang dapat dilihat pada tabel 2. |
Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) Inhibitor | Memperbaiki toleransi glukosa, meningkatkan respons insulin, dan mengurangi sekresi glukagon. | Penurunan HbA1c: 0,5-0,9% Penyakit kardiovaskular: tidak dapat mengurangi penyakit kardiovaskular Berat badan: netral Tekanan darah: dapat menurunkan tekanan darah Lipid: dapat menurunkan kadar trigliserida postprandial dan memiliki efek minimal pada kadar lipid puasa | Penggunaan DPP-4 inhibitor tidak direkomendasikan pada pasien yang berisiko terkena pankreatitis dan riwayat pankreatitis. |
Glucagon Like Protein-1 Receptor Agonis (GLP-1 RA) | Bekerja meningkatkan sekresi insulin melalui stimulasi glukosa | Penurunan HbA1c: 1-2% Penurunan berat badan: GLP-1 RA dapat menurunkan berat badan, kemampuan menurunkan berat badan berbeda-beda tiap sediaan. Dulaglutide (1,1 kg), Exenatide (1,1-1,2 kg), Liraglutide (1,5 kg), Lixisenatide (0,7 kg), Semaglutide (3,8 kg) Penurunan tekanan darah: GLP-1 RA dapat menurunkan tekanan darah sistolik (2-5 mmHg) Denyut jantung: GLP-1 RA kerja pendek dapat meningkatkan denyut jantung (1-3 denyut/menit), sedangkan GLP-1 RA kerja panjang dapat meningkatan denyut jantung (3-10 denyut/menit) pada siang dan malam hari Lipid: GLP-1 RA dapat menurunkan kadar trigliserida sebesar 19-62 mg/dl, LDL sebesar 3-8 mg/dl, dan meningkatkan HDL ≤1 mg/dl Penyakit kardiovaskular: GLP-1 RA dapat mengurangi penyakit kardiovaskular sebesar 12% | – Penggunaannya dibatasi pada pasien gangguan ginjal (e-GFR <30 ml/min). – Penggunaan GLP-1 perlu dihindari pada pasien yang berisiko terkena pankreatitis dan riwayat pankreatitis. |
Beberapa golongan obat antidiabetes yang digunakan meliputi:
Golongan | Kandungan | Dosis | Penyesuaian Dosis (e-GFR dalam satuan ml/min) | Administrasi | Efek Samping | |
Sulfonylurea | Glimepiride | Dosis awal: 1-2 mg sekali sehari Dosis pemeliharaan: 2-4 mg/hari (maksimum: 8 mg/hari) | e-GFR >60: tidak diperlukan penyesuaian dosis. e-GFR 15-60: pertimbangkan untuk memulai dengan dosis rendah (1 mg tiap hari) dan melakukan titrasi dengan hati-hati. e-GFR <15: hindari penggunaannya. | Berikan sekali sehari dengan makan pagi atau makan utama pertama | – Risiko hipoglikemia (4-20%) – Mual (5%) | |
Glipizide | Immediate release Dosis awal: 2,5-5 mg sekali sehari Dosis pemeliharaan: 2,5-10 mg/hari (maksimum: 20 mg/hari) Extended release Dosis awal: 2,5-5 mg sekali sehari Dosis pemeliharaan: 5-10 mg/hari (maksimum: 20 mg/hari) | Immediate release dan Extended release e-GFR ≥50: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR 10-<50: dosis awal 2,5 mg sekali sehari. Dapat ditingkatkan dengan hati-hati hingga 20 mg/hari. e-GFR <10: hindari penggunaannya jika memungkinkan. Jika diperlukan, dosis awal 2,5 mg sekali sehari. Dapat ditingkatkan dengan hati-hati hingga 20 mg/hari. | Berikan 30 menit sebelum makan | – Risiko hipoglikemia (3%) – Pusing (2-7%) | ||
Glyburide | Dosis awal: 1,25-5 mg sekali sehari Dosis pemeliharaan: 2,5-10 mg/hari dalam 1 atau dua dosis terbagi (maksimum: 20 mg/hari) | e-GFR ≥60: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR <60: hindari penggunaannya. | Berikan bersamaan dengan makanan pada waktu yang sama setiap hari. | – Risiko hipoglikemia – Rasa penuh di ulu hati (≤2%) – Nyeri ulu hati (≤2%) – Mual (≤2%) | ||
Gliquidone | Dosis awal: 15 mg sekali sehari Dosis pemeliharaan: dosis dapat ditingkatkan secara bertahap hingga 120 mg/hari jika diperlukan untuk mencapai target glikemik. | Tidak diperlukan penyesuaian dosis | Berikan bersamaan dengan makanan | Risiko hipoglikemia | ||
Dipeptidyl Peptidase-4 (DPP-4) Inhibitor | Saxagliptin | Dosis: 2,5-5 mg sekali sehari. | e-GFR ≥45: tidak diperlukan penyesuaian dosis. e-GFR <45: 2,5 mg sekali sehari. | Dapat diberikan tanpa memperhatikan makanan. | – Risiko hipoglikemia (6%) – UTI (7%) – Sakit kepala (7%) | |
Sitagliptin | Dosis: 100 mg sekali sehari | e-GFR ≥45: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR ≥30-<45: 50 mg sekali sehari e-GFR <30: 25 mg sekali sehari | Dapat diberikan tanpa memperhatikan makanan. | – Risiko hipoglikemia (1%) – Nasofaringitis (5%) | ||
Linagliptin | Dosis: 5 mg sekali sehari | Ringan-berat: tidak diperlukan penyesuaian dosis | Dapat diberikan sebelum atau sesudah makan. | – Risiko hipoglikemia (7%) – Nasofaringitis (7%) – Meningkatkan serum lipase (8%) | ||
Biguanides | Metformin | Immediate release Dosis awal: 500 sekali atau dua kali sehari atau 850 mg sekali sehari Dosis pemeliharaan: 1 g dua kali sehari atau 850 mg dua kali sehari (maksimum: 2,55 g/hari), jika diperlukan dosis >2 g, pertimbangkan pemberian dalam tiga dosis terbagi untuk meminimalkan efek samping GI. Extended release Dosis awal: 500-1.000 mg sekali sehari (maksimum: 2 g/hari). | e-GFR ≥60: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR >45-<60: tidak perlu penyesuaian dosis e-GFR 30-45: Penggunaan awal umumnya tidak dianjurkan. Namun, dosis awal dengan 500 mg sekali sehari dengan makan malam ditingkatkan menjadi 500 mg dua kali sehari jika dapat ditoleransi dengan pemantauan ketat. Penggunaan lanjutan: dapat dilanjutkan dengan pengurangan dosis menjadi 500 mg dua kali sehari e-GFR <30: penggunaan dikontraindikasikan | Berikan sesudah makan (untuk mengurangi gangguan GI) | – Penurunan berat badan – Diare (IR: 53%; ER: 10%) – Perut kembung (12%) – Mual dan muntah (IR: 26%; ER: 7%) – Menurunkan penyerapan Vitamin B12 (7%) | |
Sodium-glucose cotransporter 2 (SGLT-2) inhibitor | Canagliflozin | Dosis awal: 100 mg sekali sehari sebelum makan, dapat ditingkatkan menjadi 300 mg sekali sehari setelah 4-12 minggu jika diperlukan. | e-GFR ≥60: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR 30-<60: 100 mg sekali sehari e-GFR <30: – Ekskresi albumin urin >300 mg/hari: tidak direkomendasikan untuk memulai terapi; pasien yang sebelumnya menggunakan Canagliflozin dapat melanjutkan 100 mg sekali sehari. – Ekskresi albumin urin ≤300 mg/hari: tidak direkomendasikan untuk memulai terapi; Canagliflozin tidak dianjurkan diberikan pada e-GFR <25-30; jika pasien menggunakan Canagliflozin sebelumnya dapat melanjutkan penggunaannya dengan dosis 100 mg sekali sehari. | Berikan sebelum makan pertama | – Hipotensi (3%) – Risiko hipoglikemia (4%) – Infeksi jamur genitourinari (perempuan: 11-12%; laki-laki: 4%) | |
Dapagliflozin | Dosis awal: 5 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan menjadi 10 mg sekali sehari setelah 4-12 minggu jika diperlukan. | e-GFR ≥45: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GRF 25-<45: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR <25: – Hiperglikemia: tidak direkomendasikan penggunaannya. – Diabetic kidney disease: penggunaan awal tidak direkomendasikan, jika pasien menggunakan Dapagliflozin sebelumnya dapat melanjutkan dengan dosis 10 mg sekali sehari. | Berikan dengan atau tanpa makanan. | – Nasofaringitis (5%) – Infeksi jamur genitourinari (3-8%) – Dislipidemia (3%) – UTI (6%) | ||
Empagliflozin | Dosis awal: 10 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan menjadi 25 mg sekali sehari setelah 4-12 minggu jika diperlukan. | e-GFR ≥30: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR <30: penggunaan awal tidak direkomendasikan. Namun, pada pasien yang mengguanakan Empagliflozin sebelumnya dapat melanjutkan dengan dosis 10 mg sekali sehari. | Berikan pagi hari dengan atau tanpa makanan. | – UTI (8-9%) – Infeksi jamur genitourinari (2-6%) – Dislipidemia (4%) | ||
Alpha-glucosidase inhibitor | Acarbose | Dosis awal: 25 mg tiga kali sehari. Dosis pemeliharaan: 50-100 mg tiga kali sehari (maksimum: ≤60 kg: 50 mg tiga kali sehari, >60 kg: 100 mg tiga kali sehari | e-GFR ≥25: tidak diperlukan penyesuaian dosis. e-GFR <25: tidak direkomendasikan penggunaannya | Berikan bersamaan dengan suapan makan pertama. | Gejala gastrointestinal (perut kembung (74%), diare (31%), nyeri perut (19%)) | |
Thiazolidinedione (TZD) | Pioglitazone | Dosis awal: 15-30 mg sekali sehari, dapat ditingkatkan secara bertahap 15 mg/hari tiap 4-12 minggu jika diperlukan (maksimum: 45 mg/hari). | Rendah-berat: tidak diperlukan penyesuaian dosis | Dapat diberikan tanpa memperhatikan makanan. | – Edema (3-27%) – Risiko hipoglikemia (27%) – Infeksi saluran pernapasan atas (13%) – Sakit kepala (9%) | |
Glucagon Like Protein-1 Receptor Agonis (GLP-1 RA) | Short Acting | |||||
Exenatide | Dosis awal: 5 mcg dua kali sehari; dapat ditingkatkan menjadi 10 mcg dua kali sehari setelah 1 bulan berdasarkan respon klinis | e-GFR ≥30: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR <30: penggunaan tidak direkomendasikan. | Suntikkan secara subkutan dalam waktu 60 menit sebelum makan pagi dan sore. | – Diare (1-2%) – Mual (8-11%) – Risiko hipoglikemia (2-5%) – Sakit kepala (4-8%) | ||
Lixinatide | Dosis awal: 10 mcg sekali sehari selama 14 hari; kemudia dosis dapat ditingkatkan menjadi 20 mcg sekali sehari | e-GFR ≥30-89: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR 15-29: tidak diperlukn penyesuaian dosis e-GFR <15: penggunaan tidak direkomendasikan | Suntikkan secara subkutan dalam waktu 1 jam sebelum makan. | – Perut kembung (40%) – Diare (8%) – Dispepsia (3%) – Mual (25%) – Muntah (10%) – Sakit kepala (9%) | ||
Long Acting | ||||||
Dulaglutide | Dosis awal: 0,75 mg seminggu sekali, dapat ditingkatkan menjadi 1,5 mg sekali seminggu setelah 4-8 minggu jika diperlukan untuk mencapai target glikemik. Jika setelah 4 minggu belum tercapai kontrol glikemik dapat ditingkatkan lebih menjadi 3 mg seminggu sekali setelah 4 minggu berikutnya menjadi 4,5 mg seminggu sekali untuk kontrol glikemik tambahan | Tidak diperlukan penyesuaian dosis | Suntikkan secara subkutan, dapat diberikan tanpa memperhatikan makanan. | – Hipoglikemia (≤77%, insiden tertinggi jika penggunaan dikombinasi dengan insulin atau Sulfonylurea) – Hipoglikemia berat (≤3%, insiden tertinggi jika penggunaannya dikombinasi dengan insulin prandial) – Diare (9-13%) – Mual (12-21%) – Muntah (6-13%) | ||
Liraglutide | Dosis awal: 0,6 mg/hari selama 1 minggu. Kemudian dapat ditingkatkan menjadi 1,2 mg/hari. Jika belum terkontrol dapat ditingkatkan menjadi 1,8 mg/hari. | Tidak diperlukan penyesuaian dosis | Suntikkan secara subkutan, dapat diberikan tanpa memperhatikan makanan. | – Peningkatan denyut jantung (>10 bpm dari nilai normal 34%; >20 bpm dari nilai normal 5%) – Risiko hipoglikemia (13%) – Konstipasi (19%) – Diare (21-22%) – Mual (39-42%) – Muntah (16%) | ||
Exenatide | Dosis: 2 mg tiap 7 hari sekali. | e-GFR ≥45: tidak diperlukan penyesuaian dosis e-GFR 30-<45: penggunaan tidak direkomendasikan menurut label produsen. Gunakan dengan hati-hati dan pantau secara ketat kemungkinan semakin menurun fungsi ginjal dan/ atau hipovolemia e-GFR <30: penggunaan tidakdirekomendasikan | Suntikkan secara subkutan, dapat diberikan tanpa atau dengan makanan. | – Diare (4-11%) – Risiko hipoglikemia (2-5%) – Sakit kepala (4-8%) | ||
Semaglutide | Dosis awal: 0,25 mg seminggu sekali selama 4 minggu. dosis dapat ditingkatkan 0,5 mg seminggu sekali. Jika kontrol glikemik diperlukan setelah minimal 4 minggu dengan dosis 0,5 mg, dosis dapat diingkatkan menjadi 2 mg seminggu sekali (perhatikan dosis maksimum untuk obesitas adalah 2,4 mg) | Tidak diperlukan penyesuaian dosis | – Oral: berikan saat perut kosong, ≥30 menit sebelum makan, minum, atau minum obat lainnya pada hari itu, hanya minum dengan 30 ml air – Suntikkan secara subkutan, dapat diberikan tanpa memperhatikan makanan. | – Nyeri perut (6-20%) – Konstipasi (oral: 5-6%; SC: 3-14%) – Diare (oral: 9-10%; SC: 9-30%) – Mual (oral: 11-20%; SC: 14-44%) – Muntah (oral: 6-8%; SC: 5-24%) – Sakit kepala (SC: 14-17%) |
Sasaran kendali Glukosa Darah: HbA1C <7% (individualisasi)
Penjelasan untuk algoritma pengobatan DM tipe 2 (Gambar 2):
Bila harga obat / pembiayaan menjadi pertimbangan utama, dan tidak terdapat komorbid penyakit kardiovaskular aterosklerotik, gangguan penyakit ginjal kronik, dan gagal jantung. Regimen yang dapat dipilih yaitu:
Pertimbangkan obat dengan risiko peningkatan berat badan paling rendah (weight neutral), yaitu:
Pertimbangkan obat dengan risiko hipoglikemia rendah, yaitu:
Konsultasikan keluhan diabetes mellitus Anda dengan Dokter Spesialis Penyakit Dalam RKZ Surabaya, Informasi jadwal praktik dokter dapat dilihat melalui tautan https://rkzsurabaya.com/dokter-spesialis-penyakit%20dalam/