Alergi: Kenali Gejala dan Pengobatannya

Reaksi Hipersensitivitas Akibat NSAIDs
April 22, 2025
Reaksi alergi pada kulit

Reaksi alergi pada kulit. Sumber: https://en.terrailac.com.tr/Allergic-Rhinitis-Urticaria-Hives-a9

Alergi atau hipersensitivitas merupakan respon sistem kekebalan tubuh terhadap zat asing yang biasanya tidak berbahaya bagi tubuh kebanyakan orang. Zat asing yang memicu timbulnya reaksi alergi disebut dengan alergen, contohnya: serbuk sari, tungau, bulu hewan, debu, racun serangga, makanan, hingga obat-obatan.

Reaksi alergi yang muncul secara berlebihan akan menimbulkan gejala yang mengganggu, menimbulkan ketidaknyamanan, bahkan dapat mengganggu kualitas hidup. Oleh karena itu, kondisi alergi memerlukan penanganan yang tepat.

Mekanisme Alergi

Pada orang dengan hipersensitivitas, paparan alergen dianggap berbahaya bagi tubuh sehingga memicu sistem imun untuk membentuk antibodi Imunoglobulin E (IgE) yang berperan melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Ikatan antara alergen dan IgE akan menyebabkan pelepasan histamin dan mediator kimia lain yang memicu timbulnya tanda dan gejala alergi. Sebagai contoh, Histamin menyebabkan kontraksi otot saluran pernapasan dan saluran pencernaan, pelebaran pembuluh darah, peningkatan produksi mukus (dahak/ingus), gatal dan kemerahan pada kulit, serta peningkatan sekresi asam lambung.1

Tanda dan Gejala Alergi

Tingkat keparahan gejala alergi dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Berikut manifestasi alergi pada berbagai organ tubuh:2,3

  • Kulit: gatal, kemerahan, atau ruam
  • Mukosa: pembengkakan pada bibir, lidah, kelopak mata, atau saluran pernapasan
  • Mata: gatal, merah, atau berair
  • Sistem pernapasan: sesak, mengi, hidung berair, tersumbat, atau bersin
  • Sistem pencernaan: mual, muntah, kram perut, diare
  • Sistem kardiovaskular: denyut jantung meningkat atau tidak beraturan, tekanan darah menurun, pingsan
  • Sistem saraf pusat: perubahan status mental, kejang, sakit kepala

Jenis Penyakit Alergi

Penyakit alergi disebabkan oleh gangguan sistem imun, contohnya rhinitis alergi, asma alergi, dermatitis atopik atau eksim, dan alergi makanan. Proses terjadinya penyakit alergi melibatkan banyak faktor, seperti lingkungan, genetika, dan status imun tubuh.4

Rhinitis alergi

Rhinitis alergi merupakan peradangan pada rongga hidung akibat reaksi alergi.5

Contoh alergenTungau debu, bulu hewan, jamur, serbuk sari tanaman, lingkungan lembap, atau asap rokok.
MekanismeAlergen terhirup dan menyebabkan pelepasan histamin, leukotrien, dan prostaglandin. Histamin menyebabkan bersin dan produksi ingus; sedangkan leukotrien dan prostaglandin menyebabkan hidung tersumbat.
GejalaHidung tersumbat, bersin, gatal pada hidung, dan keluar ingus, peradangan selaput lendir pada kelopak mata, batuk kering, dan sinusitis.
PengobatanAntihistamin, Kortikosteroid intranasal, Leukotriene Receptor Antagonists (LTRAs), dan Dekongestan.

Asma alergi

Asma alergi merupakan gejala asma yang disebabkan oleh paparan alergen.6

Contoh alergenPolusi udara, tungau debu, bulu hewan, jamur, asap rokok, asap pembakaran.
MekanismeAlergen yang terhirup memicu antibodi IgE untuk melepaskan mediator leukotrien yang menyebabkan peradangan dan penyempitan saluran pernapasan serta produksi mukus/lendir berlebihan.
GejalaGejala asma alergi serupa dengan gejala asma pada umumnya yaitu batuk, sesak napas, mengi, dan dada terasa nyeri.
PengobatanShort-acting beta-2 agonist (SABA) inhalasi, Long-acting beta-2 agonist (LABA) inhalasi, Kortikosteroid inhalasi atau oral, Antihistamin (Ketotifen), Antibodi Anti-IgE, LTRAs, Theophylline, dan Antimuskarinik inhalasi (untuk serangan asma).

Dermatitis Atopik atau Eczema

Dermatitis atopik adalah kondisi peradangan kronis pada kulit yang salah satu pencetusnya adalah paparan alergen.7

Contoh alergenAsap rokok, polusi udara, pewangi atau komponen lain dalam produk perawatan kulit atau sabun.
MekanismePerubahan pada lapisan pelindung kulit akibat mutasi genetik, gangguan sistem imun, atau paparan alergen dari lingkungan dapat menyebabkan kulit kehilangan kelembapannya sehingga kulit menjadi kering dan mengalami peradangan. Peradangan inilah yang memicu sensasi gatal dan menyebabkan seseorang menggaruk sehingga mengakibatkan kerusakan kulit lebih lanjut serta meningkatkan risiko infeksi bakteri.
GejalaKulit sangat gatal, kemerahan, kering, bersisik, menebal, dan ruam yang ketika digaruk dapat mengeluarkan nanah, cairan bening, atau darah.
PengobatanKortikosteroid topikal, pelembab kulit, antihistamin oral di malam hari.

Pengobatan Penyakit Alergi

Berikut adalah golongan obat untuk mengatasi penyakit alergi:4,5,6,7

Antihistamin

Antihistamin bekerja dengan menghambat efek histamin dan diklasifikasikan dalam 2 golongan, yaitu:

  • Generasi pertama, contohnya Chlorpheniramine maleate (CTM), Hydroxyzine, dan Diphenhydramine.
  • Generasi kedua, contohnya Loratadine, Cetirizine, Ketotifen, Desloratadine, Fexofenadine, dan Levocetirizine.

Antihistamin generasi pertama memiliki efek samping mengantuk, mulut kering, konstipasi, dan peningkatan denyut jantung; sedangkan antihistamin generasi 2 memiliki efek samping mengantuk yang lebih ringan.

Kortikosteroid

Kortikosteroid berperan mengurangi peradangan akibat reaksi alergi. Berdasarkan rute pemberiannya, kortikosteroid untuk mengatasi alergi dapat dikategorikan menjadi:

  • Intranasal menggunakan sediaan semprot hidung, contohnya Mometasone furoate (Nasonex®), Fluticasone propionate (Flixonase®), Fluticasone furoate (Avamys®), dan Triamcinolone acetonide (Nasacort®).
  • Inhalasi menggunakan sediaan nebul, inhaler, turbuhaler, atau diskus; contohnya Budesonide (Budesma®, Pulmicort®, Symbicort®) dan Fluticasone propionate (Flixotide®, Seretide®).
  • Topikal menggunakan sediaan krim atau salep, contohnya Fluticasone propionate, Mometasone furoate, dan Hydrocortisone.
  • Sistemik menggunakan sediaan tablet atau injeksi, contohnya Prednisolone, Methylprednisolone, dan Dexamethasone.

Penggunaan semprot hidung dan sediaan inhalasi dengan benar sangat diperlukan untuk mencapai respon yang optimal dan meminimalkan efek samping obat. Cara penggunaan obat dengan alat khusus dapat dilihat pada tautan berikut:

Leukotriene Receptor Antagonists (LTRAs)

LTRA berperan menghambat efek leukotrien yang berkaitan erat dengan gejala asma alergi dan rhinitis alergi. Penggunaan LTRA dapat memperbaiki fungsi sekaligus mengurangi peradangan saluran pernapasan, sehingga digunakan sebagai terapi tambahan pada asma dan rhinitis alergi. LTRA yang tersedia di Indonesia adalah Montelukast (Rymont®, Singulair®).

Antibodi Anti-IgE

Terapi antibodi anti-IgE diindikasikan sebagai terapi tambahan pada pasien asma alergi dengan kadar antibodi IgE >30 IU/ml dan gejala yang tidak terkontrol dengan terapi standar asma. Antibodi anti-IgE akan berikatan dengan IgE sehingga tidak menimbulkan gejala asma. Salah satu contoh antibodi anti-IgE adalah Omalizumab (Xolair®) yang merupakan antibodi monoklonal manusia. Omalizumab diberikan secara subkutan dengan dosis yang disesuaikan dengan berat badan dan kadar serum IgE.

Bronkodilator

Bronkodilator merupakan jenis obat yang bekerja dengan merelaksasi otot/melebarkan saluran pernapasan sehingga penderita asma dapat bernapas lega. Berdasarkan waktu kerjanya, bronkodilator dibagi menjadi 2, yaitu:

  • Short-acting (kerja cepat), digunakan untuk mengatasi serangan atau gejala sesak napas secara tiba-tiba.
  • Long-acting (kerja lambat), digunakan secara rutin untuk mengendalikan gejala sesak napas sekaligus meningkatkan efektivitas penggunaan kortikosteroid pada asma.

Berdasarkan cara kerjanya, jenis bronkodilator terdiri dari:

  • Beta-2 agonist: short-acting contohnya Salbutamol, Terbutaline, dan Fenoterol; sedangkan long-acting contohnya Salmeterol dan Formoterol
  • Antimuskarinik: short-acting contohnya Ipratropium dan long-acting contohnya Tiotropium
  • Methylxanthine contohnya Aminophylline dan Theophylline

Dekongestan

Dekongestan merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala hidung tersumbat dengan cara mempersempit pembuluh darah dan mengurangi pembengkakan. Dekongestan dapat diberikan melalui rute oral (contoh: Pseudoefedrin HCl) atau melalui rute intranasal (contoh: Oxymetazoline HCl (Afrin®, Iliadin®)). Dekongestan intranasal hanya boleh digunakan dalam jangka pendek (tidak >7 hari) kecuali dalam pengawasan dokter untuk mencegah kerusakan mukosa hidung secara permanen serta risiko hidung tersumbat berulang (rhinitis medikamentosa).

Reaksi Anafilaksis

Reaksi alergi berat dapat berujung pada syok anafilaksis yang merupakan kondisi kegawatdaruratan dan mengancam nyawa. Manifestasi klinis anafilaksis berkembang dengan cepat, umumnya dalam beberapa menit hingga beberapa jam setelah paparan alergen. Namun, reaksi alergi yang tertunda dapat terjadi hingga 10 jam setelah paparan.

Tanda dan Gejala Anafilaksis

Reaksi hipersensitivitas terhadap alergen dikategorikan sebagai kondisi anafilaksis apabila memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut:1

  1. Gejala alergi pada kulit, mukosa, atau keduanya dengan tambahan minimal 1 gejala berikut:
  • Gangguan sistem pernapasan, contohnya sesak, mengi, atau penurunan kadar oksigen dalam darah
  • Penurunan tekanan darah, pingsan, atau hilangnya kemampuan kandung kemih untuk mengontrol pengeluaran urine
  • Gejala sistem pencernaan yang parah, contohnya kram perut atau muntah berulang
  1. Terjadi penurunan tekanan darah, sesak napas, atau gejala penyempitan saluran napas (seperti: bunyi napas serak, perubahan vokal, serta gangguan menelan) segera setelah terpapar alergen.

Penanganan Reaksi Anafilaksis

Jenis obat yang digunakan untuk penanganan reaksi anafilaksis adalah:2

  • Epinephrine (Adrenaline) untuk mengurangi respon alergi
  • Oksigen
  • Antihistamin atau kortikosteroid injeksi untuk mengurangi reaksi peradangan dan memperbaiki gangguan pernapasan
  • Bronkodilator kerja cepat untuk mengatasi gangguan pernapasan

Bila Anda mengalami gejala anafilaksis, segera hubungi Instalasi Gawat Darurat RKZ Surabaya https://rkzsurabaya.com/ambulance-24-jam/ untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

icon igd
Emergency Call: 0315631228 / 081916007600

Pustaka

  1. Dribin, T. E., et al., 2022, Overview of Allergy and Anaphylaxis, Emergency Medicine Clinics of North America Vol 40 (1): 1-17.
  2. Dougherty, J.M., 2023, National Library of Medicine: Allergy, StatPearls Publishing LLC. Tersedia pada: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545237/
  3. Kelso, J.M., 2025, Patient education: Anaphylaxis Symptoms and Diagnosis (Beyond the Basics), UpToDate, Tersedia pada: https://www.uptodate.com/contents/anaphylaxis-symptoms-and-diagnosis-beyond-the-basics/print
  4. Wang, J., et al., 2023, Patogenesis of Allergic Diseases and Implications for Therapeutics Interventions, Signal Transduction and Targeted Therapy 8:138.
  5. Akhouri, S., 2023, Allergic Rhinitis, National Library of Medicine tersedia dalam https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538186/
  6. Chabra, R. dan Mohit, G., 2023, Allergic and Environmentally Induced Asthma, National Library of Medicine tersedia dalam https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526018/
  7. Nemeth, V., at al. 2024, Eczema, National Library of Medicine tersedia dalam https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538209/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *