Sindrom Koroner Akut atau SKA salah satu masalah kardiovaskular yang sering terjadi dan dapat menyebabkan kematian jika tidak segera mendapatkan penanganan. Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah dan menyebabkan terbentuknya thrombus. Thrombus akan menyumbat pembuluh darah koroner dan menyebabkan aliran darah koroner berkurang. Pasokan oksigen yang terhenti selama kurang lebih 20 menit menyebabkan kematian miokardium (infark miokard).1
Penegakkan Diagnosis STEMI berdasarkan gambaran Elektrokardiogram (EKG). Keluhan nyeri dada akut dan peningkatan segmen ST yang menetap (>20 menit) menjadi tanda pasien STEMI (ST-elevation myocardial infarction) Kondisi ini menandakan penyumbatan total di pembuluh darah arteri koroner. 1
Tenaga kesehatan memulai penatalaksanaan meliputi diagnosis dan pengobatan sejak kontak dengan pasien, baik sebelum atau saat tiba di Instalasi Gawat Darurat. Monitoring EKG pada pasien suspect STEMI perlu sesegera mungkin untuk mendeteksi aritmia yang mengancam jiwa. Diagnosis STEMI harus sesegera mungkin, selambat-lambatnya 10 menit dari kontak medis pertama. Penanganan pada pasien STEMI, antara lain:1,2
Mengurangi nyeri tidak hanya untuk kenyamanan pasien, namun rasa sakit berhubungan dengan aktivasi simpatik yang dapat menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung. Untuk terapi nyeri paling sering menggunakan morphine intravena. Namun penggunaannya dapat mengganggu penyerapan dan mengurangi efek dari antiplatelet, seperti Clopidogrel, Ticagrelor, dan Prasugrel yang berisiko menyebabkan kegagalan pengobatan dini.
Berdasarkan ESC (2018), oksigen diberikan pada pasien hipoksemia dengan saturasi oksigen (SaO2) <90% atau Partial Pressure of Oxygen (PaO2) <60 mmHg. Pemberian oksigen rutin tidak direkomendasikan pada pasien dengan SaO2 >90%. Akan tetapi, PERKI (2015) merekomendasikan pemberian oksigen pada pasien dengan SaO2 <95% atau pasien yang mengalami distres respirasi atau diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan nilai SaO2.
Kecemasan merupakan respon alami terhadap rasa sakit yang biasa terjadi pada pasien dengan infark miokard. Obat penenang (golongan Benzodiazepine) dapat menjadi pilihan terapi pada pasien yang sangat cemas
Pada pasien STEMI, terapi reperfusi dengan strategi PCI primer atau strategi fibrinolitik harus segera diberikan. Untuk rekomendasi waktu kontak medis pertama hingga pemberian terapi reperfusi, lihat pada gambar 1 dan 2
Rumah sakit yang menyediakan layanan PCI, harus melakukan PCI primer dalam waktu <60 menit. Jika rumah sakit tidak memiliki layanan PCI, namun diperkirakan pasien dapat ditransfer ke rumah sakit lain dan menerima PCI dalam waktu ≤120 menit, maka harus dilakukan dalam waktu <90 menit. Waktu transfer pasien yang disarankan adalah ≤30 menit. Apabila waktu untuk menerima PCI >120 menit, maka pasien harus segera diberikan terapi fibrinolitik.
Strategi reperfusi dengan PCI primer merupakan pilihan pada pasien STEMI dalam waktu 12 jam sejak onset gejala, dengan syarat dalam waktu ≤120 menit sejak pengakkan diagnosis. PCI primer juga menjadi pilihan pada pasien dengan onset gejala >12 jam yang menunjukkan gejala iskemik, hemodinamik yang tidak stabil atau aritmia yang mengancam jiwa. ESC (2018) lebih merekomendasikan PCI dengan stenting daripada balon angioplasti.
Pasien yang menjalani PCI primer harus mendapatkan Dual Antiplatelet Therapy (DAPT), yaitu kombinasi Aspirin dan inhibitor P2Y12, disertai dengan antikoagulan parenteral. Antiplatelet yang direkomendasikan,sebagai berikut:
Selain antiplatelet, pasien yang menjalani PCI primer juga harus mendapatkan antikoagulan. Fondaparinux tidak direkomendasikan pada pasien yang akan menjalani PCI. Pilihan antikoagulan yang direkomendasikan, yaitu:
Pada pasien yang baru bisa mendapatkan PCI >120 menit,pemberian terapi reperfusi dengan fibrinolitik harus segera dalam waktu <10 menit sejak pasien didiagnosis STEMI, setelah itu pasien dipersiapkan untuk mendapatkan PCI. Terapi fibrinolitik masih menjadi pilihan dalam waktu 12 jam sejak onset gejala pada pasien STEMI tanpa kontraindikasi dan tidak dapat melakukan PCI sesuai target waktu yang disarankan. Namun, manfaat dan efektivitas fibrinolisis menurun seiring dengan meningkatnya waktu dari onset gejala, paling menguntungkan jika diberikan dalam waktu < 3 jam setelah onset gejala.
Evaluasi efikasi terapi fibrinolitik paling lama dalam 60-90 menit menit setelah pasien mendapatkan terapi fibrinolitik. Jika fibrinolisis gagal, yaitu resolusi segmen ST <50% atau pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik dan elektrikal atau perburukan iskemia, maka pasien harus menjalani PCI.
Jika pasien memerlukan angiografi dan PCI, maka sebaiknya pelaksanaan antara 2 sampai 24 jam setelah fibrinolisis berhasil. Meski telah berhasil, jika pasien mengalami gagal jantung/syok, iskemia atau sumbatan ulangan, maka pasien harus mendapatkan PCI darurat. Apabila pasien mengalami gagal jantung/ syok, iskemia atau sumbatan ulangan setelah fibrinolisis berhasil, lakukan PCI darurat. Berikut rekomendasi Dosis fibrinolitik:
Agen spesifik terhadap fibrin, seperti Tenecteplase, Alteplase atau Reteplase merupakan pilihan yang lebih baik dari Streptokinase.
ESC (2018) juga merekomendasikan pemberian antikoagulan pada pasien dengan fibrinolisis sampai pasien mendapatkan terapi revaskularisasi (bila perlu) atau selama pasien berada di rumah sakit, hingga 8 hari.
Pasien STEMI harus menerapkan terapi jangka panjang sebagai pencegahan sekunder penyakit kardiovaskular, mencegah kejadian kardiovaskular ulangan dan kematian prematur.
Kontrol tekanan darah, berat badan, makanan dan olahraga teratur merupakan beberapa contoh pengendalian faktor risiko penyakit kardiovaskular. Target tekanan darah yang direkomendasikan adalah sistolik <140 mmHg atau <120 mmHg jika pasien dengan risiko sangat tinggi dan dapat menoleransi penggunaan kombinasi anti hipertensi.
Pasien yang menjalani fibrinolisis dan PCI harus mendapatkan DAPT yaitu Aspirin dan inhibitor reseptor P2Y12 (Clopidogrel) selama 12 bulan. Meski inhibitor reseptor P2Y12 poten masih belum memiliki bukti keamanan yang kuat untuk pasien dengan fibrinolisis. Namun, pemberian Prasugrel atau Ticagrelor juga dapat menjadi pilihan setelah memasuki periode aman, yaitu 48 jam setelah fibrinolisis.
Penggunaan DAPT pada pasien dengan fibrinolisis, tanpa menjalani PCI atau pasien yang tidak melakukan terapi reperfusi, disarankan menggunakan kombinasi Aspirin dan Clopidogrel selama 1 bulan dan pertimbangkan untuk memperpanjang penggunaan DAPT hingga 12 bulan.
Beta-blockers PO diindikasikan pada pasien STEMI dengan gagal jantung dan/atau LVEF (left ventricular ejection fraction) ≤40% tanpa kontraindikasi.
Semua pasien STEMI harus menggunakan statin dosis tinggi sesegera mungkin dan dalam jangka panjang, kecuali jika memiliki kontraindikasi. Terapi statin dosis tinggi yang direkomendasikan adalah Atorvastatin 40-80 mg atau Rosuvastatin 20-40 mg. Evaluasi ulang nilai lipid dalam 4-6 minggu setelah SKA untuk melihat pencapaian target kolesterol.
Target yang direkomendasikan penurunan nilai LDL ≥50% dari nilai awal dengan target LDL <55 mg/dl. Akan tetapi, jika pasien mengalami kejadian kardiovaskular ulangan dalam 2 tahun ketika menggunakan statin dosis maksimal yang dapat ditoleransi maka disarankan target LDL <40 mg/dl. Namun apabila tidak mencapai target dengan dosis maksimal statin yang dapat ditoleransi, maka dapat dikombinasikan dengan Ezetimibe.4
ACEi (angiotensin-converting enzyme inhibitor) direkomendasikan untuk dimulai dalam 24 jam pertama STEMI pada pasien dengan gagal jantung, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes atau infark anterior. ARBs (Angiotensin Receptor Blockers), khususnya Valsartan dapat digunakan sebagai alternatif pada pasien dengan gagal jantung dan/atau disfungsi sistolik yang tidak dapat menoleransi ACEi.
MRAs (Mineralocorticoid Receptor Antagonist), seperti Eplerenone (belum tersedia di Indonesia) direkomendasikan pada pasien dengan LVEF ≤40% dan gagal jantung atau diabetes yang telah menerima ACEi dan Beta-blockers, jika pasien tidak mengalami gagal ginjal atau hiperkalemia.
Sumber
Pharmacom Edisi Oktober 2020
“Tata Laksana Sindrom Koroner Akut, STEMI”
oleh Apt. Novita, S.Farm., M.Farm
Jadwal Dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah klik di sini