Dislipidemia dan Pengobatannya

Mengenal dan Mencegah Stunting
January 24, 2024
Penggunaan Suplemen Vitamin D3
March 25, 2024

Dislipidemia merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskular. Kondisi ini harus dikendalikan dengan tatalaksana farmakologi dan perubahan gaya hidup yang tepat.

Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein (LDL-C) dan/atau trigliserida, serta penurunan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL-C). Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis atau atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD) sehingga tatalaksana dislipidemia penting dilakukan sebagai upaya pencegahan primer maupun sekunder ASCVD.1,2

Lipid dan penyakit kardiovaskular aterosklerosis

Lipid plasma dibawa ke jaringan dalam bentuk lipoprotein yang tersusun dari kolesterol ester, kolesterol bebas, trigliserida, phospholipid, dan apolipoprotein. Terdapat 6 lipoprotein utama dalam plasma yaitu high density lipoprotein (HDL) yang dibawa oleh lipoprotein mengandung apolipoprotein A (Apo A); serta kilomikron, very low-density lipoprotein (VLDL), intermediate-density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan Lipoprotein (a) yang dibawa oleh lipoprotein mengandung apolipoprotein B (Apo B). Trigliserida dalam plasma berada dalam partikel kilomikron dan VLDL.1,3  

Proses aterosklerosis diawali dengan melekatnya lipoprotein yang mengandung Apo B di dinding arteri. Hal ini memicu proses kompleks sehingga terbentuk endapan lipid dan atheroma yang seiring waktu akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan plak aterosklerosis pada pembuluh darah. Plak aterosklerosis dapat ruptur dan membentuk thrombus yang secara akut menghambat aliran darah dan mengakibatkan angina tidak stabil, infark miokard (MI), stroke, atau kematian.3

Kolesterol LDL merupakan lipoprotein aterogenik utama dan menjadi target utama tatalaksana dislipidemia, sebaliknya kolesterol HDL menghambat proses aterosklerosis. Klasifikasi kadar lipid plasma dapat dilihat pada Tabel 1.

LipidOptimal (mg/dl)Borderline (mg/dl)Risiko tinggi (mg/dl)
Kolesterol total<200200-239>/= 240
LDL-C<100100-129>/= 130
HDL-C>/= 6040-59<40
Trigliserida<150150-199>/= 200
Tabel 1. Klasifikasi kadar lipid plasma

Kategori Risiko ASCVD

Identifikasi tingkat risiko merupakan langkah pertama dan utama dalam pencegahan penyakit kardiovaskular untuk menentukan target pencapaian terapi penurun lipid. Risiko kardiovaskular dikategorikan menjadi beberapa tingkat berdasarkan bukti penilaian klinis atau perhitungan risiko kardiovaskular total. Terdapat beberapa metode perhitungan risiko kardiovaskular total, antara lain:

KlasifikasiFraminghamSCOREPooled Cohort Risk Estimator PlusWHO CVD risk score
Sangat tinggi>/= 10%>20%
Tinggi>/= 20%>/= 5% – <10%>/= 20%10% – <20%
Menengah10%-19,9%>/= 1% – <5%>/= 7,5% – <20%5% -<10%
Rendah<10%<1%<5%<5%
5% – <7,5% (borderline)
Tabel 2. Klasifikasi tingkat risiko ASCVD1,3,4

Berdasarkan Guideline ESC, selain hasil perhitungan dengan metode SCORE, bukti penilaian klinis juga menentukan tingkat kategori risiko (Tabel 3).

Risiko sangat tinggiPasien dengan salah satu kriteria berikut:
Penyakit ASCVD yang terbukti secara klinis maupun pada pencitraan;a,b

Diabetes Mellitus (DM) dengan kerusakan organ target (microalbuminuria, retinopathy, atau neuropathy), atau minimal 3 faktor risiko mayorc, atau DM tipe 1 lebih dari 20 tahun;

Gagal ginjal kronik derajat berat (eGFR <30 ml/menit/1,73m2);

Risiko kardiovaskular total >20% berdasarkan WHO CVD risk score atau >/=10% berdasarkan SCORE;

Hiperkolesterolemia familial dengan ASCVD/ faktor risiko mayor lainnya.
Risiko tinggiPasien dengan salah satu kriteria berikut:
Hasil pengukuran kolesterol total >310 mg/dl, LDL-C >190 mg/dl, atau tekanan darah >/=180/110 mmHg;

Hiperkolesterolemia familial tanpa faktor risiko mayor lainnya;

Diabetes Mellitus tanpa kerusakan organ target, dengan durasi >/=10 tahun;

Gagal ginjal kronik derajat sedang (eGFR 30-59 ml/min/1,73 m2);

Risiko kardiovaskular total 10-<20% berdasarkan WHO CVD risk score atau >/=5%-<10% berdasarkan SCORE.
Risiko sedang/ menengahPasien DM usia muda (<35 tahun untuk DM tipe 1, <50 tahun untuk DM tipe 2) dengan durasi DM <10 tahun, tanpa faktor risiko lainnya;

Risiko kardiovaskular total 5%-<10% berdasarkan WHO CVD risk score atau >/=1%-<5% berdasarkan SCORE.
Risiko rendahRisiko kardiovaskular total <5% berdasarkan WHO CVD risk score atau <1% berdasarkan SCORE.
Tabel 3. Tingkat risiko kardiovaskular.1,3
Keterangan: (a) ASCVD yang terbukti secara klinis antara lain riwayat sindrom koroner akut (infark miokard atau angina tidak stabil), angina pektoris stabil, revaskularisasi koroner (percutaneous coronary intervention (PCI), coronary artery bypass graft (CABG), atau prosedur revaskularisasi arteri lainnya), stroke atau transient ischemic attack (TIA), dan penyakit arteri perifer (peripheral artery disease (PAD)). (b) ASCVD yang terbukti melalui pencitraan berupa temuan plak signifikan pada angiografi koroner atau CT scan (multivessel coronary disease dengan stenosis >50% pada dua arteri epikardial mayor), atau pada ultrasonografi karotis. (c) Faktor risiko mayor antara lain hiperkolesterolemia, hipertensi, perokok, DM, dan obesitas.

Tatalaksana Dislipidemia

Terapi farmakologi, non-farmakologi, serta pengendalian faktor metabolik seperti hipertensi, diabetes, dan obesitas merupakan tatalaksana dislipidemia sebagai upaya:1

  • Pencegahan primer (mencegah timbulnya komplikasi penyakit kardiovaskular).
  • Pencegahan sekunder (mencegah komplikasi kardiovaskular lanjutan pada pasien yang telah menderita penyakit aterosklerosis dan kardiovaskular).

Gambar 1. Indikasi terapi farmakologi dan non-farmakologi pada dislipidemia1,3

JenisLipidTarget
Target primerLDL-CRisiko sangat tinggi (pencegahan primer dan sekunder): penurunan >/=50% dari sebelum terapi dan mencapai <55 mg/dl.

Risiko tinggi: penurunan >/=50% dari sebelum terapi dan mencapai <70 mg/dl.

Risiko menengah: <100 mg/dl.

Risiko rendah: <116 mg/dl.

ASCVD telah mendapat terapi statin dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi dan mengalami kejadian vaskular kedua dalam 2 tahun: <40 mg/dl.
Target sekunderNon-HDL-C
(Kolesterol total – HDL-C)
Risiko sangat tinggi: <85 mg/dl

Risiko tinggi: 100 mg/dl

Risiko menengah: 130 mg/dl
Target sekunderApo BRisiko sangat tinggi: <65 mg/dl

Risiko tinggi: <80 mg/dl

Risiko menengah: <100 mg/dl
Tabel 4. Target pencapaian terapi penurun lipid berdasarkan guideline ESC3

Terapi farmakologi

Statin

Merupakan obat utama dalam tatalaksana dislipidemia yang bekerja dengan menurunkan pembentukan kolesterol di hati melalui penghambatan enzim reductase 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A (HMG-CoA), menurunkan sintesis LDL-C, dan meningkatkan penyerapan LDL-C dari plasma. Selain menurunkan LDL-C, statin juga mempunyai efek meningkatkan HDL-C dan menurunkan Trigliserida.1

Statin memiliki efek pleiotropik yang berperan dalam pencegahan ASCVD karena dapat memperbaiki fungsi endotel, menghambat proses remodelling, menstabilkan plak aterosklerosis, dan menurunkan stres oksidatif serta respon inflamasi pada dinding vaskular.2

 Intensitas tinggiIntensitas menengahIntensitas rendah
Penurunan LDL-C>/=50%30%  – 49%<30%
StatinAtorvastatin 40 – 80 mg
Rosuvastatin 20 – 40 mg
Atorvastatin 10 – 20 mg
Rosuvastatin 5 – 10 mg
Simvastatin 20 – 40 mg
Pravastatin 40 – 80 mg
Lovastatin 40 mg
Fluvastatin XL 80 mg
Fluvastatin 40 mg BID*
Pitavastatin 1 – 4 mg
Simvastatin 10 mg
Pravastatin 10 – 20 mg
Lovastatin 20 mg
Fluvastatin 20 – 40 mg
Pitavastatin 1 mg
Tabel 5. Intensitas berbagai jenis dan dosis harian statin terhadap penurunan LDL-C.1
Keterangan: *BID (bis in die/ dua kali sehari)
Gambar 2. Algoritma tatalaksana Dislipidemia berdasarkan ESC3
PengobatanRerata penurunan kadar LDL-C
Statin intensitas tinggi + Ezetimibe65%
Inhibitor PCSK960%
Inhibitor PCSK + statin intensitas tinggi75%
Inhibitor PCSK  + statin intensitas tinggi + Ezetimibe85%
Tabel 6 . Intensitas terapi penurun lipid terhadap penurunan kadar LDL1

Algoritma tatalaksana dislipidemia berdasarkan Guideline ESC dapat dilihat pada Gambar 2.3 Berikut adalah rekomendasi pemberian terapi statin sebagai pencegahan primer ASCVD berdasarkan ACC/AHA:4

  • Statin intensitas tinggi direkomendasikan untuk pasien usia 20-75 tahun dengan LDL-C >/=190 mg/dl (>/=4,9 mmol/L) tanpa menghitung risiko ASCVD.
  • Statin intensitas tinggi direkomendasikan pada pasien dengan risiko kardiovaskular tinggi (>/=20%) untuk menurunkan LDL >/=50%.
  • Statin intensitas menengah direkomendasikan untuk pasien DM usia 40-75 tahun tanpa menghitung risiko ASCVD.
  • Statin intensitas menengah dapat direkomendasikan pada pasien dengan risiko kardiovaskular menengah (>/=7,5%-<20%) untuk mencapai penurunan LDL 30%-49%.
  • Statin intensitas tinggi sebaiknya dipertimbangkan bagi pasien DM usia 40-75 tahun dengan beberapa faktor risiko ASCVD untuk menurunkan LDL >/=50%.

Bile acid sequestrants (Colestyramine, Colestipol, Colesevelam)

Bile acid sequestrant mengikat asam empedu di usus kemudian keluar melalui tinja. Kolesterol merupakan prekursor cairan asam empedu yang diproduksi di hati.  Penyerapan asam empedu di usus akan meningkatkan perubahan kolesterol hati menjadi asam empedu sehingga menurunkan kadar LDL-C darah. Bile acid sequestrant diindikasikan untuk hiperkolesterolemia tanpa hipertrigliseridemia dan direkomendasikan bagi pasien yang intoleran terhadap statin. Kombinasi statin, ezetimibe, dan bile acid sequestrant dapat dipertimbangkan bagi pasien yang tidak mencapai target LDL-C walau telah mendapat kombinasi statin intensitas tinggi dan Ezetimibe.1,2

Bile acid sequestrant dapat menyebabkan malabsorpsi vitamin yang larut dalam lemak serta menurunkan penyerapan obat bila dikonsumsi bersamaan. Oleh karena itu, vitamin larut lemak (vitamin A,D,E,K) dan asam folat serta obat dengan indeks terapi sempit seperti Digoxin, Warfarin, Tiroksin, atau Thiazid sebaiknya diminum 1 jam sebelum atau 4 jam sesudah bile acid sequestrant.2

Asam fibrat (Fenofibrate, Gemfibrozil)

Fibrat adalah agonis dari peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) alpha. Melalui reseptor ini, fibrat menurunkan regulasi gen apoC-III, serta meningkatkan regulasi gen ApoA-I dan A-II. Berkurangnya sintesis ApoC-III menyebabkan peningkatan katabolisme trigliserida oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan VLDL, dan meningkatnya pembersihan kilomikron. Peningkatan regulasi ApoA-I dan ApoA-II menyebabkan meningkatnya HDL-C. Sebuah meta analisis menunjukkan bahwa fibrat bermanfaat menurunkan kejadian kardiovaskular pada pasien dengan TG >200 mg/dl.1,2

Ezetimibe

Ezetimibe merupakan obat yang bekerja dengan menghambat absorpsi kolesterol di usus dan kolesterol empedu tanpa memengaruhi absorpsi nutrisi yang larut dalam lemak. Ezetimibe diindikasikan untuk pasien yang tidak toleran terhadap statin atau digunakan sebagai kombinasi dengan statin jika target penurunan LDL-C tidak tercapai dengan statin dosis maksimal yang dapat ditoleransi.1,2

PCSK9 inhibitor

Merupakan antibodi monoklonal yang berfungsi untuk menginaktivasi Proprotein Convertase Subtilisin/kexin Type 9 (PCKS9) yang berperan dalam proses degradasi reseptor LDL. Penghambatan ini akan meningkatkan ekspresi reseptor LDL pada hepatosit yang pada akhirnya menurunkan kadar LDL-C. Obat golongan ini diberikan melalui suntikan secara subkutan. Terdapat 2 jenis obat PCSK9 inhibitor yang sudah dipasarkan, yaitu Alirocumab (belum tersedia di Indonesia) dengan dosis 75 mg setiap 2 minggu sekali atau 300 mg setiap 4 minggu sekali dan Evolocumab (nama brand: Repatha) dengan dosis 140 mg setiap 2 minggu sekali atau 420 mg sekali sebulan.2

Asam lemak Omega-3

Asam lemak Omega-3 atau minyak ikan mempunyai efek utama menurunkan kadar trigliserida, namun tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap LDL-C dan HDL-C. Laporan dari penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa asam lemak Omega-3 tidak menyebabkan penurunan risiko kardiovaskular pada pasien sindroma metabolik maupun pada pasien diabetes mellitus. Asam lemak Omega-3 dapat diberikan sebagai terapi tambahan diet untuk menurunkan kadar Trigliserida >/=500 mg/dl.1,5

Golongan obatEfek terhadap lipidObatTotal dosis harian (mg/hari)FrekuensiEfek sampingKontraindikasi
Penghambat absorpsi kolesterolLDL↓ 10-18% ApoB↓ 11-16%Ezetimibe10ODUmumnya dapat ditoleransi pasienPenyakit hati, peningkatan enzim hati
Bile acid sequestrantsLDL↓ 15-30%
HDL↑ 3-5%
TG tidak berubah
Cholestyramine4000-24000OD/BIDGangguan pencernaan, flatulen, konstipasi, penurunan absorpsi obat lainAbsolut: Trigliserida >400 mg/dl; Relatif: Trigliserida >200 mg/dl
PCK9 inhibitorLDL↓ 48-71%
Non-HDL ↓49-58%
Total kolesterol ↓36-42%
ApoB ↓42-55%
Evolocumab140Setiap 2 mingguFaringitis, influenza, ISK, diare, mialgiaBelum ada data keamanan penggunaan jangka panjang (>3 tahun)
420Setiap 4 minggu
FibratLDL↓ 5-20% HDL ↑ 10-20% TG↓ 20-50%Gemfibrozil600BIDDispepsia, batu empedu, miopatiAbsolut: Penyakit ginjal dan hati yang berat
Fenofibrate45 – 300 (tergantung pabrik)OD
Tabel 7. Obat hipolipidemik non-statin yang tersedia di Indonesia2,5
Keterangan: OD (Once Daily/ satu kali sehari); BID (Bis In Die/ dua kali sehari)

Terapi non-farmakologis

Intervensi gaya hidup berikut terbukti dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular:1

  • Aktivitas fisik dengan intensitas sedang seperti berjalan cepat, bersepeda statis, atau berenang selama 30 menit, 4-6 kali seminggu.
  • Konsumsi diet rendah kalori yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran, biji-bijian, ikan, dan daging tanpa lemak; serta pembatasan asupan lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol.
  • Berhenti merokok. Merokok mempercepat pembentukan plak pada koroner dan dapat menyebabkan plak ruptur.

Monitoring

Pemantauan parameter lipid ditujukan untuk evaluasi terapi terhadap pencapaian target primer dan sekunder. Pemantauan enzim, yaitu ALT (alanine transaminase)/SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase), ditujukan untuk memantau toleransi pasien terhadap terapi penurun lipid. Pemeriksaan enzim creatinin kinase (CK), ditujukan untuk monitoring efek samping statin terhadap otot.1

Profil lipid

Pemeriksaan awal : Sebelum memulai terapi penurun lipid sebaiknya dilakukan 2 kali pemeriksaan dengan jeda 1-12 minggu, kecuali pada kondisi di mana disarankan terapi segera seperti pada sindrom koroner akut dan pasien dengan risiko sangat tinggi.

Monitoring: Setelah terapi diberikan, profil lipid diperiksa 4-12 minggu setelah terapi dimulai atau setelah penyesuaian dosis/jenis obat hingga target tercapai. Setelah target atau nilai lipid optimal tercapai, profil lipid diperiksa setahun sekali.

Enzim hati (SGPT)

Pemeriksaan awal: Sebelum memulai terapi penurun lipid dilakukan pemeriksaan SGPT.

Monitoring: Pemeriksaan dilakukan sekali pada minggu ke-8 hingga ke-12 setelah terapi dimulai dan/atau setelah setiap kali dosis ditingkatkan. Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan selama pemberian terapi statin, kecuali jika terpantau munculnya gejala penyakit hati.

Jika SGPT meningkat <3 kali batas atas normal, terapi dapat dilanjutkan dan periksa kembali SGPT 4-6 minggu kemudian. Jika SGPT meningkat >/=3 kali batas atas normal, hentikan terapi penurun lipid atau kurangi dosis dan periksa kembali SGPT 4-6 minggu kemudian. Terapi dapat diberikan kembali dengan pengawasan setelah SGPT kembali normal. Jika SGPT tetap tinggi, periksa kemungkinan penyebab lain.

Enzim Creatinin Kinase (CK)

Pemeriksaan awal: Sebelum terapi dimulai lakukan pemeriksaan CK. Bila CK mencapai 4 kali batas atas normal, jangan mulai terapi, lakukan pemeriksaan ulang.

Monitoring: Pemeriksaan CK rutin tidak diperlukan, kecuali bila pasien menderita mialgia.

PemeriksaanRekomendasi
CK meningkat >10 batas atas normalHentikan terapi, periksa fungsi ginjal dan monitor CK setiap 2 minggu.
CK meningkat <10 kali batas atas normal dan tidak ada gejala gangguan otot atau mialgiaLanjutkan terapi penurun lipid sambil tetap monitor CK antara 2-6 minggu.  
CK meningkat <10 kali batas atas normal dan terdapat gejalaHentikan statin dan monitor nilai CK sebelum pemberian statin dengan dosis lebih rendah
CK meningkat <4 kali batas atas normalBila tidak ada gejala otot, lanjutkan statin.
Bila terdapat gejala otot, monitor gejala dan CK secara teratur.
Bila gejala menetap, hentikan statin dan nilai kembali gejala setelah 6 minggu; nilai kembali indikasi pemberian statin.
Pertimbangkan pemberian kembali statin jenis yang sama atau jenis lain.
Pertimbangkan pemberian statin dosis rendah, pemberian regimen selang-seling setiap 2 hari sekali atau sekali/dua kali seminggu atau terapi kombinasi.
Tabel 8. Monitoring enzim Creatinin Kinase (CK) pada penggunaan statin.

Daftar pustaka

  1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2022. Panduan Tata Laksana Dislipidemia.
  2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2021. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia.
  3. Mach F., Baigent C., et al. 2020. 2019 ESC/EAS Guidelines for the management of dyslipidaemias: lipid modification to reduce cardiovascular risk. The Task Force for the management of dyslipidaemias of the European Society of Cardiology (ESC) and European Atherosclerosis Society (EAS). Eur Heart J 2020;41:111-88.
  4. Arnett, D.K., et al. 2019. ACC/AHA Guideline on the Primary Prevention of Cardiovascular Disease: Excecutive Summary., Circulation. 2019;140:e563–e595
  5. Aplikasi Lexicomp Mobile, Copyright 2024 UpToDate Inc. 7.10.2 Production.

1 Comment

  1. Imamul M says:

    Terima kasih saya bisa belajar Dislipidemia dengan mudah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *