Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein (LDL-C) dan/atau trigliserida, serta penurunan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL-C). Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular aterosklerosis atau atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD) sehingga tatalaksana dislipidemia penting dilakukan sebagai upaya pencegahan primer maupun sekunder ASCVD.1,2
Lipid plasma dibawa ke jaringan dalam bentuk lipoprotein yang tersusun dari kolesterol ester, kolesterol bebas, trigliserida, phospholipid, dan apolipoprotein. Terdapat 6 lipoprotein utama dalam plasma yaitu high density lipoprotein (HDL) yang dibawa oleh lipoprotein mengandung apolipoprotein A (Apo A); serta kilomikron, very low-density lipoprotein (VLDL), intermediate-density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan Lipoprotein (a) yang dibawa oleh lipoprotein mengandung apolipoprotein B (Apo B). Trigliserida dalam plasma berada dalam partikel kilomikron dan VLDL.1,3
Proses aterosklerosis diawali dengan melekatnya lipoprotein yang mengandung Apo B di dinding arteri. Hal ini memicu proses kompleks sehingga terbentuk endapan lipid dan atheroma yang seiring waktu akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan plak aterosklerosis pada pembuluh darah. Plak aterosklerosis dapat ruptur dan membentuk thrombus yang secara akut menghambat aliran darah dan mengakibatkan angina tidak stabil, infark miokard (MI), stroke, atau kematian.3
Kolesterol LDL merupakan lipoprotein aterogenik utama dan menjadi target utama tatalaksana dislipidemia, sebaliknya kolesterol HDL menghambat proses aterosklerosis. Klasifikasi kadar lipid plasma dapat dilihat pada Tabel 1.
Lipid | Optimal (mg/dl) | Borderline (mg/dl) | Risiko tinggi (mg/dl) |
Kolesterol total | <200 | 200-239 | >/= 240 |
LDL-C | <100 | 100-129 | >/= 130 |
HDL-C | >/= 60 | 40-59 | <40 |
Trigliserida | <150 | 150-199 | >/= 200 |
Identifikasi tingkat risiko merupakan langkah pertama dan utama dalam pencegahan penyakit kardiovaskular untuk menentukan target pencapaian terapi penurun lipid. Risiko kardiovaskular dikategorikan menjadi beberapa tingkat berdasarkan bukti penilaian klinis atau perhitungan risiko kardiovaskular total. Terdapat beberapa metode perhitungan risiko kardiovaskular total, antara lain:
Klasifikasi | Framingham | SCORE | Pooled Cohort Risk Estimator Plus | WHO CVD risk score |
Sangat tinggi | – | >/= 10% | – | >20% |
Tinggi | >/= 20% | >/= 5% – <10% | >/= 20% | 10% – <20% |
Menengah | 10%-19,9% | >/= 1% – <5% | >/= 7,5% – <20% | 5% -<10% |
Rendah | <10% | <1% | <5% | <5% |
5% – <7,5% (borderline) |
Berdasarkan Guideline ESC, selain hasil perhitungan dengan metode SCORE, bukti penilaian klinis juga menentukan tingkat kategori risiko (Tabel 3).
Risiko sangat tinggi | Pasien dengan salah satu kriteria berikut: Penyakit ASCVD yang terbukti secara klinis maupun pada pencitraan;a,b Diabetes Mellitus (DM) dengan kerusakan organ target (microalbuminuria, retinopathy, atau neuropathy), atau minimal 3 faktor risiko mayorc, atau DM tipe 1 lebih dari 20 tahun; Gagal ginjal kronik derajat berat (eGFR <30 ml/menit/1,73m2); Risiko kardiovaskular total >20% berdasarkan WHO CVD risk score atau >/=10% berdasarkan SCORE; Hiperkolesterolemia familial dengan ASCVD/ faktor risiko mayor lainnya. |
Risiko tinggi | Pasien dengan salah satu kriteria berikut: Hasil pengukuran kolesterol total >310 mg/dl, LDL-C >190 mg/dl, atau tekanan darah >/=180/110 mmHg; Hiperkolesterolemia familial tanpa faktor risiko mayor lainnya; Diabetes Mellitus tanpa kerusakan organ target, dengan durasi >/=10 tahun; Gagal ginjal kronik derajat sedang (eGFR 30-59 ml/min/1,73 m2); Risiko kardiovaskular total 10-<20% berdasarkan WHO CVD risk score atau >/=5%-<10% berdasarkan SCORE. |
Risiko sedang/ menengah | Pasien DM usia muda (<35 tahun untuk DM tipe 1, <50 tahun untuk DM tipe 2) dengan durasi DM <10 tahun, tanpa faktor risiko lainnya; Risiko kardiovaskular total 5%-<10% berdasarkan WHO CVD risk score atau >/=1%-<5% berdasarkan SCORE. |
Risiko rendah | Risiko kardiovaskular total <5% berdasarkan WHO CVD risk score atau <1% berdasarkan SCORE. |
Terapi farmakologi, non-farmakologi, serta pengendalian faktor metabolik seperti hipertensi, diabetes, dan obesitas merupakan tatalaksana dislipidemia sebagai upaya:1
Gambar 1. Indikasi terapi farmakologi dan non-farmakologi pada dislipidemia1,3
Jenis | Lipid | Target |
Target primer | LDL-C | Risiko sangat tinggi (pencegahan primer dan sekunder): penurunan >/=50% dari sebelum terapi dan mencapai <55 mg/dl. Risiko tinggi: penurunan >/=50% dari sebelum terapi dan mencapai <70 mg/dl. Risiko menengah: <100 mg/dl. Risiko rendah: <116 mg/dl. ASCVD telah mendapat terapi statin dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi dan mengalami kejadian vaskular kedua dalam 2 tahun: <40 mg/dl. |
Target sekunder | Non-HDL-C (Kolesterol total – HDL-C) | Risiko sangat tinggi: <85 mg/dl Risiko tinggi: 100 mg/dl Risiko menengah: 130 mg/dl |
Target sekunder | Apo B | Risiko sangat tinggi: <65 mg/dl Risiko tinggi: <80 mg/dl Risiko menengah: <100 mg/dl |
Merupakan obat utama dalam tatalaksana dislipidemia yang bekerja dengan menurunkan pembentukan kolesterol di hati melalui penghambatan enzim reductase 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A (HMG-CoA), menurunkan sintesis LDL-C, dan meningkatkan penyerapan LDL-C dari plasma. Selain menurunkan LDL-C, statin juga mempunyai efek meningkatkan HDL-C dan menurunkan Trigliserida.1
Statin memiliki efek pleiotropik yang berperan dalam pencegahan ASCVD karena dapat memperbaiki fungsi endotel, menghambat proses remodelling, menstabilkan plak aterosklerosis, dan menurunkan stres oksidatif serta respon inflamasi pada dinding vaskular.2
Intensitas tinggi | Intensitas menengah | Intensitas rendah | |
Penurunan LDL-C | >/=50% | 30% – 49% | <30% |
Statin | Atorvastatin 40 – 80 mg Rosuvastatin 20 – 40 mg | Atorvastatin 10 – 20 mg Rosuvastatin 5 – 10 mg Simvastatin 20 – 40 mg Pravastatin 40 – 80 mg Lovastatin 40 mg Fluvastatin XL 80 mg Fluvastatin 40 mg BID* Pitavastatin 1 – 4 mg | Simvastatin 10 mg Pravastatin 10 – 20 mg Lovastatin 20 mg Fluvastatin 20 – 40 mg Pitavastatin 1 mg |
Pengobatan | Rerata penurunan kadar LDL-C |
Statin intensitas tinggi + Ezetimibe | 65% |
Inhibitor PCSK9 | 60% |
Inhibitor PCSK + statin intensitas tinggi | 75% |
Inhibitor PCSK + statin intensitas tinggi + Ezetimibe | 85% |
Algoritma tatalaksana dislipidemia berdasarkan Guideline ESC dapat dilihat pada Gambar 2.3 Berikut adalah rekomendasi pemberian terapi statin sebagai pencegahan primer ASCVD berdasarkan ACC/AHA:4
Bile acid sequestrant mengikat asam empedu di usus kemudian keluar melalui tinja. Kolesterol merupakan prekursor cairan asam empedu yang diproduksi di hati. Penyerapan asam empedu di usus akan meningkatkan perubahan kolesterol hati menjadi asam empedu sehingga menurunkan kadar LDL-C darah. Bile acid sequestrant diindikasikan untuk hiperkolesterolemia tanpa hipertrigliseridemia dan direkomendasikan bagi pasien yang intoleran terhadap statin. Kombinasi statin, ezetimibe, dan bile acid sequestrant dapat dipertimbangkan bagi pasien yang tidak mencapai target LDL-C walau telah mendapat kombinasi statin intensitas tinggi dan Ezetimibe.1,2
Bile acid sequestrant dapat menyebabkan malabsorpsi vitamin yang larut dalam lemak serta menurunkan penyerapan obat bila dikonsumsi bersamaan. Oleh karena itu, vitamin larut lemak (vitamin A,D,E,K) dan asam folat serta obat dengan indeks terapi sempit seperti Digoxin, Warfarin, Tiroksin, atau Thiazid sebaiknya diminum 1 jam sebelum atau 4 jam sesudah bile acid sequestrant.2
Fibrat adalah agonis dari peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) alpha. Melalui reseptor ini, fibrat menurunkan regulasi gen apoC-III, serta meningkatkan regulasi gen ApoA-I dan A-II. Berkurangnya sintesis ApoC-III menyebabkan peningkatan katabolisme trigliserida oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan VLDL, dan meningkatnya pembersihan kilomikron. Peningkatan regulasi ApoA-I dan ApoA-II menyebabkan meningkatnya HDL-C. Sebuah meta analisis menunjukkan bahwa fibrat bermanfaat menurunkan kejadian kardiovaskular pada pasien dengan TG >200 mg/dl.1,2
Ezetimibe merupakan obat yang bekerja dengan menghambat absorpsi kolesterol di usus dan kolesterol empedu tanpa memengaruhi absorpsi nutrisi yang larut dalam lemak. Ezetimibe diindikasikan untuk pasien yang tidak toleran terhadap statin atau digunakan sebagai kombinasi dengan statin jika target penurunan LDL-C tidak tercapai dengan statin dosis maksimal yang dapat ditoleransi.1,2
Merupakan antibodi monoklonal yang berfungsi untuk menginaktivasi Proprotein Convertase Subtilisin/kexin Type 9 (PCKS9) yang berperan dalam proses degradasi reseptor LDL. Penghambatan ini akan meningkatkan ekspresi reseptor LDL pada hepatosit yang pada akhirnya menurunkan kadar LDL-C. Obat golongan ini diberikan melalui suntikan secara subkutan. Terdapat 2 jenis obat PCSK9 inhibitor yang sudah dipasarkan, yaitu Alirocumab (belum tersedia di Indonesia) dengan dosis 75 mg setiap 2 minggu sekali atau 300 mg setiap 4 minggu sekali dan Evolocumab (nama brand: Repatha) dengan dosis 140 mg setiap 2 minggu sekali atau 420 mg sekali sebulan.2
Asam lemak Omega-3 atau minyak ikan mempunyai efek utama menurunkan kadar trigliserida, namun tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap LDL-C dan HDL-C. Laporan dari penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa asam lemak Omega-3 tidak menyebabkan penurunan risiko kardiovaskular pada pasien sindroma metabolik maupun pada pasien diabetes mellitus. Asam lemak Omega-3 dapat diberikan sebagai terapi tambahan diet untuk menurunkan kadar Trigliserida >/=500 mg/dl.1,5
Golongan obat | Efek terhadap lipid | Obat | Total dosis harian (mg/hari) | Frekuensi | Efek samping | Kontraindikasi |
Penghambat absorpsi kolesterol | LDL↓ 10-18% ApoB↓ 11-16% | Ezetimibe | 10 | OD | Umumnya dapat ditoleransi pasien | Penyakit hati, peningkatan enzim hati |
Bile acid sequestrants | LDL↓ 15-30% HDL↑ 3-5% TG tidak berubah | Cholestyramine | 4000-24000 | OD/BID | Gangguan pencernaan, flatulen, konstipasi, penurunan absorpsi obat lain | Absolut: Trigliserida >400 mg/dl; Relatif: Trigliserida >200 mg/dl |
PCK9 inhibitor | LDL↓ 48-71% Non-HDL ↓49-58% Total kolesterol ↓36-42% ApoB ↓42-55% | Evolocumab | 140 | Setiap 2 minggu | Faringitis, influenza, ISK, diare, mialgia | Belum ada data keamanan penggunaan jangka panjang (>3 tahun) |
420 | Setiap 4 minggu | |||||
Fibrat | LDL↓ 5-20% HDL ↑ 10-20% TG↓ 20-50% | Gemfibrozil | 600 | BID | Dispepsia, batu empedu, miopati | Absolut: Penyakit ginjal dan hati yang berat |
Fenofibrate | 45 – 300 (tergantung pabrik) | OD |
Intervensi gaya hidup berikut terbukti dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular:1
Pemantauan parameter lipid ditujukan untuk evaluasi terapi terhadap pencapaian target primer dan sekunder. Pemantauan enzim, yaitu ALT (alanine transaminase)/SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase), ditujukan untuk memantau toleransi pasien terhadap terapi penurun lipid. Pemeriksaan enzim creatinin kinase (CK), ditujukan untuk monitoring efek samping statin terhadap otot.1
Pemeriksaan awal : Sebelum memulai terapi penurun lipid sebaiknya dilakukan 2 kali pemeriksaan dengan jeda 1-12 minggu, kecuali pada kondisi di mana disarankan terapi segera seperti pada sindrom koroner akut dan pasien dengan risiko sangat tinggi.
Monitoring: Setelah terapi diberikan, profil lipid diperiksa 4-12 minggu setelah terapi dimulai atau setelah penyesuaian dosis/jenis obat hingga target tercapai. Setelah target atau nilai lipid optimal tercapai, profil lipid diperiksa setahun sekali.
Pemeriksaan awal: Sebelum memulai terapi penurun lipid dilakukan pemeriksaan SGPT.
Monitoring: Pemeriksaan dilakukan sekali pada minggu ke-8 hingga ke-12 setelah terapi dimulai dan/atau setelah setiap kali dosis ditingkatkan. Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan selama pemberian terapi statin, kecuali jika terpantau munculnya gejala penyakit hati.
Jika SGPT meningkat <3 kali batas atas normal, terapi dapat dilanjutkan dan periksa kembali SGPT 4-6 minggu kemudian. Jika SGPT meningkat >/=3 kali batas atas normal, hentikan terapi penurun lipid atau kurangi dosis dan periksa kembali SGPT 4-6 minggu kemudian. Terapi dapat diberikan kembali dengan pengawasan setelah SGPT kembali normal. Jika SGPT tetap tinggi, periksa kemungkinan penyebab lain.
Pemeriksaan awal: Sebelum terapi dimulai lakukan pemeriksaan CK. Bila CK mencapai 4 kali batas atas normal, jangan mulai terapi, lakukan pemeriksaan ulang.
Monitoring: Pemeriksaan CK rutin tidak diperlukan, kecuali bila pasien menderita mialgia.
Pemeriksaan | Rekomendasi |
CK meningkat >10 batas atas normal | Hentikan terapi, periksa fungsi ginjal dan monitor CK setiap 2 minggu. |
CK meningkat <10 kali batas atas normal dan tidak ada gejala gangguan otot atau mialgia | Lanjutkan terapi penurun lipid sambil tetap monitor CK antara 2-6 minggu. |
CK meningkat <10 kali batas atas normal dan terdapat gejala | Hentikan statin dan monitor nilai CK sebelum pemberian statin dengan dosis lebih rendah |
CK meningkat <4 kali batas atas normal | Bila tidak ada gejala otot, lanjutkan statin. Bila terdapat gejala otot, monitor gejala dan CK secara teratur. Bila gejala menetap, hentikan statin dan nilai kembali gejala setelah 6 minggu; nilai kembali indikasi pemberian statin. Pertimbangkan pemberian kembali statin jenis yang sama atau jenis lain. Pertimbangkan pemberian statin dosis rendah, pemberian regimen selang-seling setiap 2 hari sekali atau sekali/dua kali seminggu atau terapi kombinasi. |
1 Comment
Terima kasih saya bisa belajar Dislipidemia dengan mudah