Vitamin D dibutuhkan oleh seluruh kelompok usia karena berperan dalam kekebalan tubuh, mengatur penyerapan kalsium, dan pembentukan tulang. Defisiensi (kekurangan) Vitamin D merupakan masalah global dan banyak ditemukan baik di negara maju maupun berkembang. Data tahun 2011-2020 menunjukkan prevalensi defisiensi vitamin D di Indonesia terjadi pada 50% wanita usia 45-55 tahun, 35,1% wanita usia 60-75 tahun, dan 33% anak usia 0-19 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, perempuan (60%) memiliki tingkat prevalensi kekurangan Vitamin D lebih tinggi dibanding laki-laki (40%). Salah satu faktor penyebab defisiensi Vitamin D pada perempuan Asia yaitu penggunaan pakaian tertutup yang melindungi kulit dari sinar ultraviolet (UV). Selain itu, perempuan Asia juga menghindari paparan sinar matahari.
Tingkat keparahan defisiensi Vitamin D dibagi menjadi 3, yaitu:
Mayoritas orang dengan defisiensi Vitamin D tidak menunjukkan gejala. Namun, bila berkepanjangan dapat muncul gejala sebagai berikut:
Defisiensi Vitamin D3 dapat disebabkan oleh:3,4
Vitamin D terdiri dari 2 bentuk, yaitu D2 (ergocalciferol) dan D3 (cholecalciferol). Cholecalciferol dikenal sebagai Vitamin D3 yang digunakan sebagai suplemen makanan, pencegahan osteoporosis pada wanita pascamenopause, dan terapi defisiensi Vitamin D. Selain itu, Vitamin D3 (off-label) dapat digunakan untuk:2
Vitamin D3 bisa didapatkan dari beberapa sumber, yaitu:2,4
Sinar matahari mengandung UVB yang membantu sintesis Vitamin D dengan mengubah 7-dehydrocholesterol menjadi Vitamin D3. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kadar Vitamin D yang cukup dalam tubuh, diperlukan paparan sinar matahari langsung pada kulit tanpa terlindung oleh pakaian atau tabir surya. Disarankan untuk berjemur sekitar 5-30 menit, antara jam 10 pagi sampai 3 sore setiap hari atau setidaknya dua kali seminggu.
Suplemen Vitamin D3 tersedia dalam berbagai dosis dan bentuk sediaan, yaitu bentuk kapsul lunak, tablet oral, tablet kunyah, tablet sublingual (diletakkan di bawah lidah), dan sirup.
Makanan yang mengandung Vitamin D3, seperti: ikan berlemak (salmon, sarden, dan tuna), minyak hati ikan, hati sapi, susu, keju, dan kuning telur. Namun, makanan hanya menyumbang tidak lebih dari 5-10% dari kebutuhan total Vitamin D harian.
Kategori | Kebutuhan |
Usia 0-12 bulan | 10 mcg (400 IU) |
Usia 1-13 tahun | 15 mcg (600 IU) |
Usia 14-18 tahun | 15 mcg (600 IU) |
Usia 19-50 tahun | 15 mcg (600 IU) |
Usia 51-70 tahun | 15 mcg (600 IU) |
Usia >70 tahun | 20 mcg (800 IU) |
Ibu hamil dan menyusui | 15 mcg (600 IU) |
Keterangan : 1 mcg = 40 IU
Bayi yang mendapatkan ASI sejak lahir
Usia 1-65 tahun. Suplemen Vitamin D3 dosis 600-1000 IU/hari direkomendasikan bila tidak dapat berjemur secara rutin.
Lansia. Suplemen Vitamin D3 untuk usia >65-75 tahun adalah 1.000-2.000 IU/hari, sedangkan untuk usia >75 tahun dapat diberikan dosis 2.000-4.000 IU/hari.
Wanita hamil direkomendasikan untuk mengonsumsi Vitamin D31.000 hingga 2.000 IU/hari.
Ibu menyusui direkomendasikan untuk mengonsumsi Vitamin D3 6.400 IU setiap hari agar dapat memberikan Vitamin D yang cukup kepada bayi melalui ASI eksklusif.
Pencegahan Osteoporosis. Vitamin D memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan metabolisme mineral tulang dan kepadatan tulang. Asupan Vitamin D3 untuk mencegah osteoporosis pada usia ≥50 tahun adalah 800-1.000 IU/hari.
Vitamin D3 dapat berinteraksi dengan beberapa obat, yaitu:2,4,5
Orlistat dapat menurunkan penyerapan Vitamin D3. Penatalaksanaan: berikan Vitamin D3 minimal 2 jam sebelum atau 2 jam sesudah pemberian Orlistat.
Thiazid (contoh Chlortalidone, Hydrochlorothiazide, Metolazone) dapat meningkatkan kadar kalsium darah dalam tubuh. Penatalaksanan: berikan Vitamin D3 minimal 2 jam sebelum atau 2 jam sesudah pemberian Thiazid.
Vitamin D3 dapat menyebabkan efek yang buruk seperti kebingungan, muntah, nafsu makan berkurang, buang air kecil berlebihan, merasa haus berlebihan, dan kelemahan otot apabila digunakan dalam dosis tinggi berkisar antara 300.000 hingga 600.000 IU/hari atau kadar 25-hydroxyvitamin D lebih dari 88 ng/ml. Penggunaan Vitamin D3 dosis tinggi harus dibatasi pada pasien yang berisiko hiperkalsemia akibat pengobatan osteoporosis. Konsultasikan lebih lanjut dengan dokter untuk penggunaan Vitamin D.